Apip dan Kiki, Gantungkan Hidup dari Gypsum

Sabtu 21-09-2019,15:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Cuaca siang itu cukup menyengat. Bangunan tanpa dinding dan atapnya dari asbes, makin membuat suasana sedikit gerah. Untungnya, sebuah pohon besar berdiri kokoh tepat di depan bangunan yang dijadikan tempat pembuatan gypsum, sehingga panasnya tidak terlalu terasa di dalam bangunan. Dua pekerja, Apip dan Kiki tetap asyik menyelesaikan pekerjannya, membuat gypsum. Lokasi pembuatan gypsum ini tidak jauh dari Jalan Raya Ancaran, tepatnya di Jalan Desa Kertawangunan-Taraju. Di bangunan alakadarnya tersebut, dua lelaki berperawakan sedang itu tak terpengaruh kondisi cuaca. Dengan sigap, keduanya membuat adonan dari bahan khusus, menyiapkan serat dari bahan seperti nilon, dan kemudian membersihkan cetakan berukuran dua meteran yang dipasang berjejer di atas palang kayu. Tangannya yang terampil lantas menyiapkan semua keperluan untuk membuat gypsum. Sesekali, Apip menggantung hasil cetakannya yang sudah selesai di palang kayu. Pembuatan gypsum di tempat ini terbilang masih manual. Bermodal cetakan dan adonan yang disiapkan sang majikan, keduanya bisa membuat puluhan gypsum setiap harinya. Berbeda dengan pekerja lainnya, Apip dan Kiki memperoleh upah borongan dari hasil kerjanya. Jika hasil kerjanya bisa banyak dalam sehari, maka uang yang dibawa pulang juga semakin banyak. Tak heran jika keduanya berlomba membuat gypsum sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan lebih besar lagi. Setelah terkumpul, uang itu kemudian dibagi dua. Uniknya, saat pembuatan adonan dari semen putih dicampur bahan kimia lainnya, Apip menggunakan tangannya untuk mengaduk adonan. Apip mengaku sudah biasa mengaduk adonan dengan tangannya tanpa menggunakan alat bantu seperti kayu atau lainnya. “Dulu sempat pakai kayu tapi hasilnya kurang bagus. Sekarang selalu memakai tangan ketika mengaduk adonan. Dan tak pernah ada masalah dengan tangan saya meski adonan yang dibikin itu menggunakan bahan kimia. Mungkin karena sudah terbiasa,” tutur warga Kelurahan Cigadung, Kecamatan Cigugur tersebut. Saban hari, Apip dan Kiki berangkat dari rumahnya pagi hari dan pulang sore. Dalam sehari, dia mampu memproduksi gypsum dalam jumlah puluhan. Proses pembuatan gypsum sendiri gampang-gampang susah. Sebelum menuangkan adonan, cetakan itu lebih dulu dibersihkan menggunakan cairan khusus. Barulah adonan lapis pertama dituangkan ke cetakan. Sebelum kering, serat dari bahan nilon ditabur sepanjang cetakan dan di atasnya langsung dituangkan lagi adonan. Agar rata dan rapi, tangan kekar Apip membereskan serat nilon dan adonan menggunakan telapak tangannya serta memasang tali plastik di salah satu ujungnya. Hanya menunggu beberapa menit, gypsum sudah jadi dan langsung digantung di palang kayu sampai benar-benar kering. “Proses pembuatan gypsum itu tidak lama, namun butuh ketelitian. Jangan sampai serat yang dipasang tidak rapih, sehingga cetakan gyipsum belepotan yang akhirnya tidak laku dijual. Setiap hari saya berdua bisa membuat puluhan gypsum. Banyak pembeli yang datang langsung ke sini. Soal harga per batangnya, itu urusan bos. Tugas saya di sini hanya membuat gypsum saja,” tutur keduanya. Pemilik gypsum, Hj May Maesaroh mengaku dalam sebulan bisa menjual ratusan gypsum yang dibuat dua pekerjanya. Pembelinya bukan hanya warga Kuningan saja melainkan juga dari luar daerah. Mereka umumnya tertaruk membeli gypsum di tempatnya lantaran kualitas dan modelnya baru-baru. “Alhamdulillah setiap bulannya ratusan gypsum yang terjual. Yah keuntungannya lumayan untuk kebutuhan sehari-hari,” terang wanita yang juga membuka bengkel las di samping membuat gypsum tersebut. (ags)

Tags :
Kategori :

Terkait