Pandemi Covid-10 yang terus berlangsung, membuat sektor ekonomi masyarakat kecil terpukul. Banyak usaha kecil yang terpaksa gulung tikar lantaran sepinya pembeli. Kondisi ini juga dirasakan oleh pengemudi odong-odong yang saban hari menyasar warga di pedesaan. Agus Panther, Kuningan Hari belum terlalu siang. Syahroni masih duduk termangu di belakang kemudi. Pikirannya seolah menerawang melawati batas. Sesekali dia menghisap rokok yang berada di genggaman jarinya. Kepulan asap rokok sengaja di arahkan ke atas. Pria berusia sekitar 60 tahunan itu terlihat menghela napas dalam-dalam. Sudah hampir sejam dia duduk di belakang kemudi, menunggu warga yang akan naik kendaraan odong-odongnya. Pegal duduk, dia kemudian turun dan menggerakan kakinya. Tak berapa lama, dia kembali naik ke kendaraannya dan melanjutkan lamunannya sambil menunggu penumpang. Kendaraan odong-odong yang didominasi warna hijau itu menjadi andalan Syahroni dalam mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya. Sebelum pandemi Covid-19 mewabah, pendapatannya lumayan besar. Dalam sehari, dia bisa membawa pulang uang ke rumah antara Rp100.000 sampai Rp150.000. Itu ketika kondisi normal. Dia juga tak kesulitan memelihara kendaraan odong-odong karena masih bisa menabung. Tapi sejak pandemi Covid-19, pendapatannya turun drastis. Dampaknya, uang yang dibawa pulang ke rumah pun ala kadarnya. Sehari kadang hanya kebagian Rp50 ribu setelah seharian mencari penumpang. Pendapatan itu setelah dipotong setoran, bensin dan tabungan biaya perawatan kendaraan. Jika sedang sepi dan penghasilan yang diperolehnya kecil, Syahroni memilih tidak setor kepada pemilik odong-odong. “Sekarang mah dapat bersih Rp50 ribu saja sudah bagus. Sering-seringnya mah kurang dari segitu. Sering juga saya tidak setor karena memang pendapatannya sedikit. Apalagi perawatan kendaraan ini menjadi tanggung jawab saya. Beli ban, ganti oli, servis mesin mobil dan lainnya. uangnya dari saya, bukan dari pemilik odong-odong. Sekarang ini benar-benar susah cari uang,” keluh warga asal Desa Karangmuncang, Kecamatan Cigandamekar tersebut. Sebenarnya, lanjut dia, saat menarik odong-odong sering dilanda ketakutan karena takut terpapar virus corona. Namun karena keluarganya membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, ketakutan itu coba ditepisnya. Syahroni juga menerapkan aturan ketat bagi warga yang akan naik kendaraannya. “Kalau takut sih ya pasti ada. Tapi saya akhirnya pasrah karena di rumah istri dan anak menunggu. Kalau enggak narik odong-odong, tentu mereka enggak akan makan. Saya sendiri meminta penumpang untuk memakai masker ketika berada di odong-odong saya. Kalau enggak pakai, saya tidak perkenankan untuk naik ke atas kendaraan,” tegas Syahroni. Syahroni sendiri sudah pasrah dengan kondisi saat ini. Dia mengaku tidak memiliki keahlian lain. Untuk tarif sekali naik odong-odongnya, Syahroni menetapkan ongkos yang berbeda. Anak-anak dikenakan tarif Rp2.000, sedangkan dewasa Rp5 ribu. Rute yang ditempuh tidak terlalu jauh. Sering juga dia membawa penumpang mengunjungi berbagai objek wisata, tentu dengan tarif berbeda. “Kalau kelilingnya cukup jauh, ongkosnya juga berbeda. Tergantung keinginan penumpang sayah mah,” pungkasnya. (*)
Penghasilan Odong-odong Terus Drastis, Syahroni Tolak Penumpang Tak Pakai Masker
Kamis 01-10-2020,10:10 WIB
Editor : Leni Indarti Hasyim
Kategori :