KUNINGAN–Sebanyak 25 desa di Kabupaten Kuningan menjadi lokasi fokus (lokus) dalam penanganan kasus stunting. Bahkan keseriusan pemerintah daerah dalam penanganan stunting, salah satunya melalui latihan kader stunting pada 11 November depan. Hal itu terungkap, saat rakor penguatan lintas sektor dalam percepatan penanggulangan stunting melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Kuningan tahun 2020 di Hotel Purnama Cigugur Kuningan, Senin (2/11). Rakor ini dibuka langsung Bupati H Acep Purnama SH MH dengan dihadiri sejumlah pimpinan SKPD terkait. Saat sambutan, Bupati Acep memaparkan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan, serta pada masa awal setelah anak lahir. “Tanda stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Masalah stunting meliputi asupan gizi dan status kesehatan seperti ketahanan pangan maupun lingkungan sosial, lingkungan kesehatan dan lingkungan permukiman,” sebutnya. Menurutnya, penyusunan RAD penanganan stunting akan dijadikan dokumen operasional, yang menyatukan perencanaan pembangunan dalam penanganan stunting dan gizi buruk dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas. Hal ini merupakan sinergitas lintas program dan lintas sektor sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan perangkat daerah. “Program kegiatan stunting di antaranya penyusunan regulasi stunting, penyusunan rencana aksi daerah, koordinasi dan konvergensi lintas program dan lintas sektoral, serta penguatan penggerakan pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif. Kemudian untuk kegiatan tersebut sasarannya adalah 24 desa,” jelasnya. Selain itu, lanjutnya, orientasi strategi komunikasi perubahan perilaku rencananya akan diadakan pada November 2020. “Kita akan mengadakan latihan kader stunting pada tanggal 11 November 2020, berkenaan juga dengan Hari Kesehatan Nasional. Kemudian tiga tahun ke depan, rencana aksi daerah penanggulangan stunting akan fokuskan terhadap perubahan perilaku dengan gemar makan ikan terhadap masyarakat, fokusnya adalah 24 desa,” tandasnya. Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kuningan dr Hj Susi Lusiyanti MM menyebut, jika di Kuningan saat ini masih memiliki Desa Open Defecation Free (ODF) baru 30 persen. “Kita sampai saat ini masih mempunyai Desa ODF itu baru 30 persen, tahun depan kita punya target 50 persen, tahun berikutnya target 70 persen. Bahkan di tahun 2023 punya target 80 persen, kita harus membuat satu tim untuk dapat membuat Desa ODF ini mencapai target, ODF ini salah satu target nasional untuk kabupaten,” bebernya. Tujuan penyusunan RAD penanganan stunting adalah sebagai panduan dan arahan bagi perangkat daerah, DPRD, organisasi non pemerintah, institusi masyarakat dan pelaku lain di Kuningan untuk berperan serta meningkatkan kontribusinya dalam upaya penanganan stunting untuk mewujudkan Kabupaten Kuningan Sehat. “Penanganan stunting sendiri yaitu Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 20 persen). Intervensi ditujukan kepada anak pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), umumnya dilakukan sektor kesehatan intervensi spesifik bersifat jangka pendek dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Intervensi Gizi Sensitif (berkontribusi 80 persen), intervensi ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Termasuk untuk sasaran masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK tersebut,” tutupnya.(ags)
24 Desa Jadi Lokus Penanganan Stunting
Selasa 03-11-2020,10:01 WIB
Editor : Leni Indarti Hasyim
Kategori :