KUNINGAN - Polemik retaknya hubungan Bupati Acep Purnama dan Wakil Bupati Ridho Suganda, terus menggelinding. Berbagai sorotan pun terus bermunculan, tak terkecuali dari mantan Wabup Dede Sembada.
Desem –sapaan akrab Dede Sembada-, yang juga pengurus DPC PDIP Kuningan sebagai Wakil Ketua Bidang Kehormatan dan Disiplin Partai, angkat bicara untuk mengomentari perseteruan bupati dan wabup yang sama-sama kader PDIP itu. Ia berpendapat, persoalan tersebut hanya miskomunikasi saja, dan tidak menggangu terhadap pelayanan kepada masyarakat.
“Sebetulnya (konflik Acep-Ridho) ini hanya miskomunikasi saja. Ini tidak perlu terjadi kalau keduanya tahu fungsi dari masing-masing pejabat daerah. Dibutuhkan sikap kenegarawanan dalam rangka melaksanakan penugasan partai. Tidak bisa dipungkiri keduanya itu berangkat satu paket dari PDI Perjuangan,” kata Desem, saat menggelar konferensi pers di salah satu rumah makan di wilayah Kertawangunan, Rabu (17/3).
Selaku pengurus DPC PDIP sekaligus Ketua Fraksi PDIP DPRD Kuningan, Desem mengungkapkan, seorang pejabat daerah sudah barang tentu akan bekerja atas dasar kewenangan. Kewenangan tersebut atas dasar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
“Di sana disebutkan, kewenangan itu ada yang bersifat atributif, delegatif dan mandat,” ungkapnya.
Desem menerangkan, untuk kewenangan atributif, yakni kewenangan yang melekat pada diri pejabat bersangkutan, sehingga mau ditugaskan atau tidak, otomatis sudah melekat pada dirinya. Kemudian kewenangan delegatif, yakni kewenangan yang didelegasikan didasarkan atas perintah perundang-undangan. Sedangkan kewenangan mandate, ia menyebutnya sebagai kewenangan yang dimandatkan oleh yang punya mandat, dalam hal ini bupati.
“Nah, jika dikaitkan dengan tugas bupati, sebetulnya ada dalam ketentuan pasal 65 Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015, perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, ini tugas bupati,” terang Desem.
“Lalu berbicara tupokasi wakil bupati, itu ada pasal 66 Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015, perubahan kedua tentang Pemda. Di sana disebutkan, Kalau dikaitkan dengan UU 30/2014, ada kewenangan atributif, contohnya di pasal 66, kewenangan Wabup itu salah satunya mengkoordinasikan tindak lanjut hasil dari pemeriksaan LHP BPK, itu tugas dari wakil bupati,” imbuhnya.
Selanjutnya, kata Desem yang sempat juga menjadi Plt Bupati Kuningan saat Bupati Acep mencalonkan diri sebagai cabup berpasangan dengan Cawabup Ridho, pada Pilkada 2018 lalu, tugas Wabup adalah monitoring penyelenggaraan pemerintahan di seluruh SKPD, mulai dari Sekda, Dinas-Dinas, Kecamatan, sampai kelurahan dan desa. Monitoring tersebut dalam rangka mengamankan kebijakan bupati, karena kebijakan itu implementasi dari bawah yang terkadang sulit untuk dilaksnakan atas adanya hambatan.
“Nah, di sana peran wabup dalam rangka mengendalikan itu. Dengan turun ke bawah untuk dengar pendapat, hearing, sehingga atas dasar temuan-temuan itu menyampaikan kepada bupati,” sebut Desem.
“Pada saat keduanya dilantik (4 Desember 2018), ada fakta integritas, dimana disebutkan keduanya siap bekerjasama menyelesaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ini sampai akhir masa jabatan,” imbuhnya menegaskan.
Desem kemudian menyarankan agar persoalan atau hal-hal yang dihadapi kedua pejabat tertinggi di Kuningan ini segera diselesaikan dengan baik. Cara penyelesaiannya pun, menurutnya cukup gampang, yakni dengan duduk bersama sambil ngopi antara bupati dan wabup serta sekda.
“Ini kan ketiganya pimpinan daerah, sehingga jangan sampai ada perbedaan-perbedaan. Jadi, solusinya duduk bersama, entah seminggu sekali atau sebulan sekali, ngopi bersama, bupati, wakil bupati dan sekda. Jadi, persoalan bisa selesai. Apa sih persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan ngopi, sehingga keduanya bisa fokus lagi memimpin serta membangun Kuningan,” pungkas Desem menyarankan. (muh)