KUNINGAN – Direktur Perumda Aneka Usaha Kabupaten Kuningan Nana Sutisna akhirnya memberi tanggapan usai didemo sejumlah elemen masyarakat pada Senin (27/9) kemarin. Termasuk soal desakan mundur dari jabatan yang kini masih diemban, Nana menyerahkan sepenuhnya apa pun keputusan dari Bupati Kuningan selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM).
“Saya baru dilantik tanggal 7 Agustus 2020, jadi kalau usia saya di perumda ini baru 1 tahun. Misalnya saya baru 1 tahun mengembangkan perumda, maka sebenarnya harus dilihat bukan kinerja 1 tahun terakhir,” kata Nana Sutisna dalam keterangan persnya.
Dia menceritakan, Perumda Aneka Usaha pertama berdiri tahun 2010 berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2009. Pembentukan perumda ini memiliki niatan untuk mengoptimalkan sumber daya dan potensi Kuningan.
“Pada saat perumda didirikan, maka tahun 2010 sampai tahun 2020, itu sudah terjadi 3 kali pergantian kepengurusan. Saya adalah orang yang keempat memimpin perumda, kalau kita lihat selama kepengurusan empat kali dalam 10 tahun ini, maka harus diketahui kinerja keuangan seperti apa,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, sejak berdiri hingga tahun 2016, perumda telah mendapatkan penyertaan modal mencapai Rp9,5 miliar. Sejak tahun 2016 maka perumda tidak lagi mendapatkan penyertaan modal.
“Kalau kita lihat, selama kurun waktu dari 2010-2016 itu sudah 3 kali periode kepemimpinan. Selama 3 periode kepemimpinan mulai 2010-2019, itu direksi lama sudah melakukan upaya-upaya mengembangkan bisnis jual wisata. Maka sampai 2019 sudah ada 13 unit usaha yang dikerjakan, tetapi sampai hari ini unit usaha itu tidak berkembang alias tutup,” bebernya.
Dia memaparkan, jumlah unit usaha wisata yang menghasilkan pemasukan hanya 4 objek wisata dari total 8 objek wisata di bawah pengelolaan Perumda Aneka Usaha. Beberapa di antaranya yakni Waduk Darma, Cipaniis, Telaga Remis dan Telaga Nilem.
“Tidak dipungkiri dari jumlah 8 objek wisata ini, itu hanya 4 yang menghasilkan. Jadi bisa dibayangkan, kalau ada 13 unit usaha selama 10 tahun itu bermasalah, otomatis itu akan memunculkan kerugian. Kalau sekarang ada 8 unit wisata dan 4 yang menghidupi, maka yang 4 itu disubsidi, jadi kerugian itu disebabkan karena faktor itu sebenarnya. Maka kalau bisa dibayangkan dari tahun 2010-2020, saya sebetulnya diwarisi banyak masalah, apakah objek wisata yang di bawah TNGC ini dari perumda sudah punya izin, jawabnya kita belum mempunyai itu, maka zaman saya itu semua saya bereskan,” terangnya.
Adanya berbagai persoalan yang diwariskan, maka Ia sebagai direktur baru berkewajiban untuk menuntaskan masalah-masalah yang ada.
“Maka kinerja keuangan kita merugi, kemudian kita punya banyak problem, kita juga menghadapi kondisi internal SDM. Maka saya tidak serta merta menjanjikan tahun pertama ini untung. Karena apa? Karena melihat perjalanan selama 10 tahun saya diwarisi banyak masalah, selama 10 tahun kita banyak kerugian. Jika perlu ditahui, jumlah kerugian selama 10 tahun itu mencapai Rp4,1 miliar. Bisa dibayangkan Rp9,5 miliar adalah dana penyertaan dari APBD, kemudian neraca yang terakhir itu Rp5,6 miliar. Jadi kemana uang itu? Habis dipakai untuk membiayai operasional,” bebernya.(ags)