Berawal dari Celengan Bambu, Selalu Jadi Desa Pertama Lunasi Pajak

Rabu 15-12-2021,10:38 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

Walaupun jauh dari pusat pemerintahan daerah, namun masyarakat salah satu desa di Kecamatan Selajambe patut menjadi contoh bagi para wajib pajak. Sebab, desa tersebut tercatat paling cepat dalam proses pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Agus Panther, Selajambe

INI menunjukkan, sekalipun warganya berada di pelosok pedesaan namun kesadaran membayar pajak sangat tinggi. Terbukti di setiap tahun, daerah bernama Desa Kutawaringin selalu menjadi yang pertama dalam pelunasan PBB.

Di balik kepatuhan 850 KK di Desa Kutawaringin, sejarah pembayaran PBB ternyata dimulai sejak tahun 1990. Dulu dipimpin oleh Ardisoma yang kini menginjak usia 77 tahun.

Mantan Kepala Desa Kutawaringin periode 1988-1998, H Ardisoma menceritakan, saat menjabat di era tahun 90-an mendapat tugas untuk mengikuti lomba desa. Kemudian melakukan studi banding ke beberapa desa untuk mengadopsi program-program positif.

“Saat melakukan studi banding tersebut, akhirnya saya menemukan salah satu desa di wilayah Ciamis yang menerapkan celengan bambu di setiap rumah. Namun celengan itu bukan diperuntukan untuk membayar pajak, akhirnya saya terapkan di sini agar warga bisa menyisihkan uang untuk menabung di celengan bambu,” ungkap Ardisoma kepada awak media, kemarin (14/12).

Dia menjelaskan, uang yang terkumpul dalam celengan bambu tersebut akhirnya dipergunakan untuk membayar PBB. Sebab saat itu, petugas cukup kesulitan dan menyita waktu ketika akan menagih PBB ke setiap rumah warga.

“Ya akhirnya celengan bambu ini kita lakukan untuk pembayaran PBB, kalau penagihan oleh perangkat desa membutuhkan waktu lama dan banyak tugas lain yang harus dikerjakan. Alhamdulillah warga desa merespons positif usulan kami, hingga kehadiran celengan bambu di setiap rumah membuat warga semangat menabung,” bebernya.

Dia menyebut, saat waktu pembayaran PBB tiba maka warga di setiap RT dikumpulkan untuk membuka celengan. Warga terlihat senang karena hasil tabungan cukup untuk membayar PBB, bahkan tak sedikit justru ada kelebihan yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain.

Setelah kurang lebih sepuluh tahun tradisi itu berjalan, masyarakat akhirnya menjadi terbiasa membayar PBB tepat waktu. Hingga celengan bambu dihentikan, tradisi taat pajak terus beregenerasi hingga sekarang.

Sementara Kepala Desa Kutawaringin Udin Rukadi mengatakan, sebagai generasi penerus kepala desa saat ini, tentu upaya yang dilakukan pendahulu sangat diapresiasi. Sebab menjadi warisan berharga di masa kepemimpinan mantan Kades Ardisoma puluhan tahun lalu.

“Apalagi sampai sekarang warga desa sangat kompak dalam membayar pajak tepat waktu. Kami cukup mengumumkan satu hari saja waktu pengumpulan PBB, warga secara sukarela membayarnya di ketua RT masing-masing,” terangnya.

Dia melihat, tradisi taat pajak yang turun temurun ini, membuat kemudahan bagi pihak desa saat penagihan PBB. Bahkan hanya membutuhkan waktu satu pekan dalam pelunasan PBB.

“Kita bersyukur dalam 10 tahun terakhir, desa kami selalu masuk ke dalam daftar juara pembayaran PBB tercepat dan meraih berbagai  penghargaan. Selain menjadi tradisi, kami mengoptimalkan cara sosialisasi jika mendekati waktu pembayaran,” tutupnya.(*)

Tags :
Kategori :

Terkait