RADARKUNINGAN.COM - Ada cerita menarik dari salah satu desa yang lokasinya di Kuningan Timur. Desa ini berganti nama karena lintah raksasa penghisap darah yang mati ditusuk awi ampel koneng.
Lintah raksasa itu digambarkan sebesar gulungan tikar. Lintah itu, menghisap darah anak kecik yang sedang tidur nyenyak.
Kemudian lintah itu ditusuk oleh ayah si anak kecil itu dengan menggunakan bambu ampel kuning atau awi ampel koneng.
Lintah raksasa itu mati. Darahnya mengalir dan mencemari Sungai Cikaso. Air sungai tersebut pun menjadi berwarna merah. Dalam bahasa Sunda diaebut beureum.
BACA JUGA:Terowongan Kembar Tol Cisumdawu Aman Dilewati, Hanya Perlu Perbaikan Minor
Maka, sejak itu, Kuwu Surabraja, mengganti nama desa itu dari Tambangserang menjadi Cibeureum. Sekarang Cibeureum merupakan salah satu tertua.
Itulah cerita rakyat, dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi tentang asal mula Desa Cibeureum. Desa ini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cibeureum Kabupaten Kuningan.
Kurang lebih pada tahun 1050, Desa Cibeureum sudah merupakan sebuah kampung yang termasuk wilayah administrasi Desa Tarikolot.
Nama Cibeureum sendiri pada waktu itu bernama Kampung Tambagserang. Yang menjadi pucuk pemerintahan di Tarikolot pada tahun tersebut adalah kuwu atau kepala desa bernama Buyut Kancing.
Ketika itu, Desa Tarikolot membawahi beberapa buah kampung. Yakini Kampung Sumurbandung yang dipimpin sesepuh bernama Buyut Mangkudin.
Kemudian Kampung Tambagserang yang dipimpin sesepuh bernama Buyut Suryabraja. Kampung Cibangkawang yang dipimpin sesepuh bernama Buyut Joyo. Adalagi Kampung Cirarang yang dipimpin oleh sesepuh bernama Buyut Kalam Jaya.
Suatu saat sekitar tahun 1055 Kuwu/Kepala Desa Tarikolot berkenan mengadakan musyawarah dengan para sesepuh atau kepala kampung.
Adapun agenda yang dibahas pada musyawarah tersebut antara lain bahwa Kuwu Tarikolot merasa sudah lanjut usia. Dia bermaksud ingin meletakan jabatannya.
BACA JUGA:Jangan di Sepelekan Ini Dia 5 Tanda Kucing Sedang Tidak Bahagia Atau Bosan, Ternyata Ini Tandanya