Menurut Putu, dalam regulasi baru, pemerintah mempertegas ketentuan Koefisien Dasar Hijau (KDH) 30%.
Artinya, dari total lahan yang dimiliki pengembang perumahan, hanya 70% yang boleh dimanfaatkan, sedangkan 30% wajib menjadi ruang hijau yang tidak boleh dibangun.
BACA JUGA:Moratorium Perumahan Dicabut, Aturan Pembangunan di Kuningan Kini Lebih Ketat
"Sebagai contoh, dari 5 hektare lahan, hanya 3,5 hektare yang dapat digunakan untuk hunian dan fasilitas pendukung. Sisa 1,5 hektare harus dipertahankan sebagai area hijau," jelasnya.
Lahan yang dapat dimanfaatkan pun masih dibagi lagi menjadi 60% kavling rumah, 40% fasilitas umum. Seperti jalan, drainase, tempat ibadah, sarana olahraga, ruang terbuka dan pemakaman.
"Skema ini seringkali membuat margin keuntungan pengembang mengecil, tetapi merupakan komitmen pemerintah menjaga kualitas tata ruang," ungkapnya.
Putu kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang memihak pengembang. Sebaliknya, pemerintah menerapkan standar hunian prima, yang mengharuskan pengembang membangun tipe rumah secara berimbang.
"Rinciannya, 3 unit rumah MBR (subsidi), 2 unit hunian menengah, 1 unit rumah komersial. Skema ini memastikan masyarakat dari beragam tingkat ekonomi tetap dapat mengakses hunian layak," katanya.
Syarat lainnya yang paling menantang dan kini diberlakukan adalah kewajiban membangun kolam retensi sebesar 5% dari total lahan.
Jika pengembang memiliki lahan 5 hektare, maka sekitar 2.500 m² harus dialokasikan menjadi kolam penampung air hujan.
"Kolam ini sangat penting sebagai upaya mitigasi banjir, terutama pada kawasan seperti Panorama yang selama ini aliran limpasan air (runoff) cenderung masuk ke permukiman," ungkapnya.
Kolam retensi berfungsi untuk menampung air saat musim hujan dan mengalirkannya secara bertahap ke sungai.
"Sekaligus menjaga kapasitas drainase lingkungan," ucap Putu.
Usulan kewajiban kolam retensi ini juga merupakan rekomendasi para akademisi, termasuk Prof Swari dan Dr Nur Rohman (ITB), yang aktif dalam kajian hukum lingkungan dan pengembangan perumahan berwawasan lingkungan.
"Dengan dicabutnya moratorium dan diberlakukannya aturan yang lebih ketat, pemerintah berharap pembangunan perumahan di Kecamatan Kuningan dan Cigugur dapat berlangsung secara tertib, ramah lingkungan, dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan hunian. Meski syarat baru dinilai berat, pemerintah menegaskan bahwa komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan tidak dapat ditawar," pungkasnya.