Inovasi Asesmen Diagnostik “Jaring Wajah” Ala Rudi Rudiana, Upaya Mencegah Perundungan di Jawa Barat
Pendidik sekaligus inovator asal Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rudi Rudiana memperkenalkan sebuah pendekatan baru dalam dunia pendidikan melalui inovasinya yang dinamakan Asesmen Diagnostik Jawa, metode ini dikembangkan sebagai sarana untuk mengenali po--
KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM– Pendidik sekaligus inovator asal Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rudi Rudiana memperkenalkan sebuah pendekatan baru dalam dunia pendidikan.
Melalui inovasinya yang dinamakan Asesmen Diagnostik Jawa, metode ini dikembangkan sebagai sarana untuk mengenali potensi, karakter, serta gaya belajar siswa.
Saat menghadiri kampanye anti-perundungan di SMP Negeri 1 Cigugur beberapa hari lalu, Rudi yang juga mengajar di SMK Negeri 3 Kuningan, itu menjelaskan bahwa “Jawa” merupakan akronim dari Jaring Wajah.
Rudi menerangkan bahwa asesmen ini bekerja dengan memetakan ciri-ciri wajah siswa untuk mengidentifikasi kecenderungan bakat, sifat kepribadian.
BACA JUGA:Kembangkan Potensi Desa, Kelompok Wanita Tani Ini Terus Berinovasi Berkat Pemberdayaan BRI
BACA JUGA:Lewat Program Desa BRILiaN, BRI Dorong Terwujudnya Desa Wisata sebagai Destinasi Unggulan Daerah
Dan cara mereka menyerap informasi. Ide ini berawal dari ketertarikannya terhadap ilmu neuroscience dan personality plus.
"Saya menemukan bahwa wajah manusia menyimpan jejak aktivitas otak melalui jaringan saraf wajah (nervus facialis). Yang memunculkan pola-pola tertentu dalam bentuk kerutan atau struktur pada area wajah," papar Rudi.
Dari sini, ia menyimpulkan bahwa pola berpikir dan proses belajar seseorang bisa tercermin melalui wajah mereka.
Melalui pendekatan ini, guru dapat mengetahui apakah seorang siswa memiliki kecenderungan belajar secara visual, auditori, membaca, atau kinestetik.
"Informasi ini sangat berguna untuk menyesuaikan metode pengajaran di kelas agar lebih efektif. Dengan mengetahui potensi serta gaya belajar siswa, para guru dapat lebih mudah merancang materi, membentuk kelompok belajar, dan menangani kesulitan belajar secara lebih personal," jelas dia.
Selain itu, sambung Rudi, pendekatan ini juga membantu menghilangkan label negatif terhadap siswa seperti “malas” atau “bodoh”, karena guru akan lebih memahami bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
