Paguyuban Silihwangi Majakuning Konsisten Tebar Pohon Endemik di Gunung Ciremai

Paguyuban Silihwangi Majakuning Konsisten Tebar Pohon Endemik di Gunung Ciremai

Kelompok Tani Hutan Paguyuban Silihwangi Majakuning aktif menanam pohon endemik Ciremai.-Bubud Sihabudin-Radar Kuningan

Setiap orang bertanggung jawab atas sekitar 100 pohon yang harus dipantau secara berkala. 

Bibit diperoleh dari jaringan persemaian internal paguyuban, terutama persemaian milik KTH Sapu Jagat di Desa Setianegara, dalam setahun terakhir berhasil memproduksi bibit endemik untuk berbagai kegiatan penanaman pohon.

Jenis tanaman yang dihasilkan antara lain puspa, ki teja, huru, salam, kuray, peutag, manglid, hingga kopo, dan lainnya, yang membentuk identitas ekologis Ciremai. 

BACA JUGA:Anggaran Rp500 Miliar untuk Sekolah di Jawa Barat

Batu Kuda dipilih karena merupakan zona pemulihan ekosistem yang rawan kebakaran dan mendesak untuk dihijaukan kembali.

Namun di balik aktivitas lapangan yang tampak mengalir, tersimpan kerja panjang yang belum selesai. 

Lebih dari lima tahun, paguyuban menunggu terbitnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) bersama Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC). 

Dokumen ini penting sebagai kepastian hukum bagi masyarakat penyangga, baik untuk aktivitas pemungutan getah, kopi, dan HHBK lain, maupun untuk kegiatan pemeliharaan, patroli kebakaran, dan reboisasi.

Nandar mengakui, banyak anggota KTH yang sebelumnya bergantung pada perburuan dan aktivitas tradisional yang tidak berkelanjutan, kini telah beralih sepenuhnya ke pemanfaatan HHBK dan kegiatan penjagaan hutan.

"Kami berharap BTNGC bisa mempercepat PKS agar mereka (para anggota KTH) bekerja dengan tenang. Secara ekologis kami sudah bekerja. Secara ekonomi, masyarakat juga perlu kepastian," katanya.

Paguyuban Siliwangi Majakuning saat ini membawahi 28 KTH dari 28 desa penyangga, 13 KTH di Kabupaten Kuningan dan 15 di Kabupaten Majalengka. 

Mereka membangun jaringan persemaian di berbagai titik, mulai Setianegara, Bantaragung, Argalingga, Cikaracak, Sangiang, hingga Gunung Wangi, serta merencanakan penambahan persemaian di Palutungan dan Trijaya.

Konsistensi ini menunjukkan  masyarakat penyangga tidak menunggu birokrasi untuk bergerak. Mereka menanam dengan jiwa sukarela dalam memulihkan kawasan. 

Mereka sangat mendukung sisi ekologi sejak lama, untuk itu kelompok tani hutan sangat layak mendapat dukungan ekonomi dari Pemerintah.

Di tengah kabut duka atas kepergian Edi Syukur, paguyuban justru memperlihatkan identitas aslinya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait