Damas Serukan Jangan Potong Kreativitas Anak Bangsa
KUNINGAN-Adanya acara peringatan Hari Jadi Kabupaten Kuningan ke-201 oleh Komunitas Mapelija (Masyararakat Peduli Lima Januari) yang meyakini bahwa Hari Jadi Kuningan jatuh pada tanggal 5 Januari, mendapat berbagai respons dari para penggiat dan praktisi kebudayaan di Kuningan. Salah satunya dari Yaya Sumantri selaku Ketua Daya Mahasiswa Sunda (Damas) Cabang Kabupaten Kuningan. Yaya berpendapat, pihaknya tidak ingin mempermasalahkan perbedaan versi antara komunitas yang meyakini 5 Januari dan pihak pemerintah yang menetapkan 1 September sebagai Harjad Kuningan. Yaya memiliki pandangan yang berbeda dengan opini yang selama ini berkembang di beberapa kalangan. Pandangan Yaya, munculnya gerakan dari Mapelija merupakan buah dari pemikiran masyarakat yang kritis dan mau menggali akan sejarah Kuningan. Hal itu jangan dipandang sebagai bantahan terhadap 1 Sepetember yang sudah menjadi tradisi di Kuningan, sebab bila dilihat sebagai perbedaan dan saling bersikukuh, maka tidak akan didapat titik temu. “Saya melihatnya dari sisi khasanah budaya, inilah yang dimaksud kekayaan Kuningan. Apa kekayaan itu? Kekayaan sebuah bangsa, suatu daerah adalah manusianya, berarti di situ ada aset pemikiran, gerakan, dan suasana yang tercipta,” ujarnya. 5 Januari, kata dia, merupakan buah dari pemikiran dan disertasi penggiat budaya. Sehingga hal itu perlu diapresiasi, bukan malah diperdebatkan kebenarannya. “Adapun pendapat kawan-kawan ini berbeda dengan yang sudah ada, bukan berarti akan menggugurkan atau mengurangi bobot 1 September, justru Kuningan akan semakin kaya akan khasanah budaya,” tandas politisi muda PDIP itu. Menurut Yaya, dalam melihat masalah tidak boleh hanya dari satu sisi, karena yang paling tepat menurutnya yakni lanjutkan 1 September dan akomodir 5 Januari, bukan bicara tentang mana yang akan diambil oleh pemerintah. Akomodir yang ia maksud merupakan bentuk apresiasi dan support, karena ia meyakini hasil penelitian tersebut tidak akan menimbulkan kebimbangan di masyarakat. “Kecuali dengan munculnya pemikiran semacam ini lalu menimbulkan gaduh atau pihak 5 Januari memaksakan diri kepada pemerintah untuk ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan mengganti 1 September, ya baru itu salah. Ini kan kalau saya bincang dengan mereka hanya sebatas keyakinan dan upaya pembedahan sejarah saja, tidak bermaksud meluruskan bahkan menyalahkan 1 September. Ya sudah kalau begitu saya bilang lanjutkan penggalian sampai teman-teman ketemu dengan garis finishnya keyakinan itu, nanti akan dihasilkan kesimpulan akhirnya seperti apa,” ucapnya. Saat ditanya apakah perlu pemerintah melakukan uji materi terhadap argumentasi Mapelija? Yaya berpendapat tidak seharusnya, karena langkah Mapelija dianggap belum final. Membedah sejarah itu, kata Yaya, tidak sesimpel dan sesingkat membuat film atau drama, yang meskipun ceritanya diangkat dari kisah nyata pasti ada fiksinya. Lagi-lagi Yaya menekankan bahwa semua pihak harus bersyukur dengan adanya gerakan semacam ini, karena gerakan Mapelija ini gerakan intelektual. Jadi, apabila ada perbedaan pandangan dan pemikiran jangan langsung dipotong dan disalahkan begitu saja. “Alhamdulilah berarti Kuningan teh beunghar (kaya), masih ada yang peduli, turut memikirkan, ambil bagian, dan turun tangan untuk Kuningan. Kesalahan kita selama ini adalah satu tuturut munding (ikut-ikutan tanpa tahu dasarnya, red), dua gampang menyalahkan pendapat orang lain, dan ketiga sulit menghargai karya sesama anak bangsa,” tutur Yaya. Pihaknya akan mengikuti sampai sejauh mana perkembangan hasil penelitian tersebut. Apabila dari Mapelija memaksakan pihak penyelenggara negara untuk mengubah yang sudah ada, yakni 1 Sepetember, Yaya menganggap akan sulit, baik secara politis maupun secara kultur yang sudah terbangun sekian lama. “Sekalipun misalnya yang 5 Januari dianggap yang benar, saya rasa sulit diresmikan oleh pemerintah karena pembahasannya pasti akan panjang dan ribet, terlebih menyangkut versi. Jadi, biarlah ini khasanah Kuningan agar Kuningan selalu diiingat oleh masyarakatnya sepanjang waktu tiap tahunnya,” ungkapnya. Terakhir, Yaya juga menyampaikan rasa bangga dan terima kasihnya kepada para pegiat sejarah yang tergabung dalam Mapelija, atas keberanian dan inisiatifnya mengeluarkan gagasan, ide, dan argumentasinya kepada publik. Ia berpesan agar Mapelija jangan berhenti berkreasi, sehingga Kuningan lebih kaya dan lebih hidup. (muh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: