Penanganan Kohe Perlu Dievaluasi Total
KUNINGAN-Penanganan kotoran hewan (kohe) belum sepenuhnya menyentuh permasalahan substansial. Masih di tataran pencegahan limbah yang merusak lingkungan hidup. Hal ini dianggap “lari di tempat” alias jauh panggang dari api. Seharusnya, semua elemen bersatupadu sesuai perannya guna menyelesaikan permasalahan kohe dari hulu sampai hilir. Uniknya, kohe ramai diperbincangkan ketika sudah mencemari lingkungan. Misalnya ada di sungai atau selokan yang mengganggu masyarakat. Tidak ada perdebatan saat kohe masih ada di kandang atau seputar kandang. Padahal permasalahannya subsantialnya ada di kandang dan ini harus diperhatikan lebih serius. “Kami perlu meluruskan permasalahan kohe ini. Kohe yang sudah mencemari lingkungan seperti sungai atau selokan ranah Dinas Lingkungan Hidup. Sedangkan pengelolaan kohe di kandang itu bukan ranah LH tapi Dinas Perikanan dan Peternakan. Kami tidak bisa overlaping dengan dinas lain,” tegas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan, Wawan Setiawan SHut MT, akhir pekan kemarin. Misalnya begini, kata Wawan, peternak akan membuat peternakan sapi. Maka harus menyiapkan kandang, membuat penyimpanan kohe dan menyediakan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Itu peryaratan yang harus ditempuh oleh peternak. “Lalu, pertanyaannya siapa yang mengatur itu semua? Regulasinya ada di dinas lain. Sementara LH sebatas membantu dan mendorong supaya peternak melakukan pengelolaan limbah,” sebut Wawan. Dia menambahkan, yang terjadi sekarang ini adalah pihaknya sudah melakukan upaya-upaya jangka pendek untuk mengatasi pencemaran di sungai dan selokan dengan cara mengangkat Kohe serta menurap sungai. Tujuannya, membendung aliran Kohe ke hilir. Kenapa langkah-langkahnya sedikit instan? Karena tanggung jawab pembinaan di kandang bukan LH. Pengangkutan Kohe dari sungai tidak hanya dilakukan di Kelurahan Cipari saja namun sudah masuk ke wilayah Cigeureung, Kelurahan Cigugur, Desa Gunung Keling dan Cisantana. Kendati beragam persoalannya namun pihaknya tetap melakukan pembinaan agar pembuangan tidak ke sungai. “Maksud saya, kita harus bersinergi dalam menyelesaian Kohe baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Tidak bisa dilakukan hanya oleh LH atau camat saja. Tapi setiap elemen berkaitan dengan Kohe, harus kompak bersama-sama turun ke lapangan dan melakukan perannya masing-masing,” ajaknya. Di tempat sama, Ketua TP PKK Kabupaten Kuningan, Hj Ika Purnama mengungkapkan hal yang sama. Menurut istri bupati tersebut, tanggung jawab kohe merupakan tanggung jawab kolektif atau bersama-sama. Peternak juga harus bertanggung jawab terhadap ternak serta kotorannya. Dinas Peternakan mampu menjalankan tugasnya begitu juga dengan Dinas Lingkungan Hidup. “Tugas saya hanya mengimbau supaya peternak lebih giat dalam menjaga lingkungan. Kohe-nya jangan dibiarkan masuk ke sungai harus dibersihkan dari kandang, disimpan setelah kering jadikan pupuk. Kalau bisa diolah dulu supaya jadi pupuk organik. Saya juga punya program Bunda Menyapa tujuannya supaya masyarakat melakukan penanaman yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” papar Ika. Tanaman yang ada di pekarangan, masih kata Ika, membutuhkan pupuk. Agar nyambung dengan program Bunda Menyapa, pihaknya siap menggunakan pupuk organik produksi peternak sapi. Meski dalam sekala kecil kebutuhan pupuknya, tapi mudah-mudahan akan meningkat sesuai dengan kesadaran masyarakat di pedesaan terhadap program itu. “Saya secara pribadi siap membantu pemasaran pupuk organik olahan peternak sapi di Kecamatan Cigugur. Untuk sementara, saya beli pupuknya 200 kg saja dulu buat uji coba. Jika hasilnya bagus dan produksi pupuknya meningkat, Insya Allah saya bantu,” pungkas Ika. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: