Begini Jacob Ponto Bilang ke Belanda: Residen Punya Perintah, Tapi Beta Raja Siau Punya Negeri dan Bala Rakyat

Begini Jacob Ponto Bilang ke Belanda: Residen Punya Perintah, Tapi Beta Raja Siau Punya Negeri dan Bala Rakyat

Satu jalan di Desa Sangkanurip dinamai Jacob Ponto, nama Raja Siau ke 14 yang dibuang Belanda dan meninggal di desa tersebut. (Agus Sugiarto)--

RADARKUNINGAN.COM, KUNINGAN- Di sebuah lahan yang berada di pinggiran Desa Sangkanhurip, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan terdapat sebuah bangunan terbuka. Nah, di tempat itulah terbaring jasad Raja Siau ke 14, Jacob Ponto yang diasingkan Belanda dan dimakamkan oleh warga Sangkanhurip. 
 
Makam raja Siau ke-14 tersebut pernah direnovasi  oleh Komandan Lanal Cirebon saat itu, Letkol Mar Yustinus Rudiman dihadiri perwakilan keluarga besar keturunan Raja Yacob Ponto. Renovasi makam Raja Siau ke-14 tersebut sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap beliau sebagai salah satu pahlawan bangsa yang semasa hidupnya turut serta melawan penjajah Belanda.
 
 
Jacob Ponto dikenal sebagai Raja Siau yang sangat keras menentang Belanda. Pejabat Belanda yang dikirim untuk menggertak raja tidak berhasil membuat raja gentar. Raja juga tidak mau menaikkan pajak kepala di Siau sehingga dia berdebat dengan pejabat Belanda dan mengatakan untuk residen Manado kala itu " Residen punya perintah, tetapi beta Raja Siau punya negeri dan bala rakyat. Simpanlah perintah tuan untuk negeri tuan".
 
Pada tahun 1889, Belanda dengan siasat seperti yang dilakukan pada Pangeran Diponegoro pada tahun 1830 menipu juga raja Jacob Ponto. Wakil Residen Manado datang ke Siau dan memintanya naik ke kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan Ulu Siau. Belanda menyatakan ingin merundingkan hal penting dengan raja. 
 
 
Namun pada saat di kapal itu malah raja Jacob Ponto ditawan, selanjutnya dibuang ke Karesidenan Tjirebon. Tak heran di kalangan masyarakat Siau raja ini terkenal dengan gelar ‘I tuang su Sirebong’ (Tuan Raja di Cirebon).

Karena perlakuan tidak manusiawi selama perjalan pengasingan menggunakan kapal laut tersebut, menyebabkan Raja Yacob Ponto menderita sakit, salah satunya sakit kulit.
 
Karena sakit tersebut, Raja Yacob Ponto pun meminta dimukimkan di daerah yang mempunyai sumber mata ari panas yaitu di Sangkanurip. 
 
 
Hingga akhirnya, beliau ditemukan oleh warga setempat dalam keadaan sudah meninggal dunia di tempat pemandian air panas setempat dan kemudian oleh warga setempat dikebumikan secara layak, sekalipun tidak diketahui asal-usulnya. 
 
Pada tahun 1960, makam Raja Yacob Ponto ditemukan oleh salah satu keturunannya bernama GK Ponto dan mengumumkan kepada masyarakat setempat tentang keberadaan makam tersebut adalah leluhurnya yang seorang raja Siau yang meninggal dunia saat dalam pengasingan penjajah Belanda. 
 
 
Berdasarkan catatan sejarah, Raja Jacob Ponto merupakan salah satu pangeran di kerajaan Kaidipang hasil perkawinan antar Kerajaan Siau dan Kerjaan Bolangitang. Dia diangkat menjadi raja Siau ke –14 oleh Komolang Bobatong Datu (Majelis Petinggi Kerajaan) yaitu semacam lembaga legislatif yang dibentuk oleh Raja Winsulangi.

Jacob Ponto tercatat sebagai raja muslim yang memerintah selama 38 tahun. Pemerintahannya dihentikan Belanda karena dia membangkang mengibarkan bendera Merah-Putih-Biru di halaman istananya. 
 
Raja ini hanya mau mengibarkan bendera kerajaan berwarna merah putih yang memang sejak lama sudah dipakai sebagai atribut kerajaan Siau. Yaitu terhitung sejak zaman Raja Winsulangi. (Taufik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: