Bahas Tempat Hiburan Malam, Satpol PP-Disporapar Bersitegang

Rabu 29-01-2020,18:05 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-Puluhan anggota Ormas Islam di Kuningan, mendatangi gedung DPRD Kuningan guna menyampaikan aspirasi terkait keberadaan hiburan malam, Selasa (28/1). Namun dalam audiensi dengan Komisi 2, sempat terjadi bersitegang antara Plt Kadisporapar Jaka Chaerul dengan Kabid Trantib Satpol PP Sudarsono. Ketegangan terjadi saat Kabid Trantib Satpol PP Kuningan Sudarsono, menjelaskan terkait kewenangan Satpol PP terkait penegakan perda, khususnya perda yang menyangkut dengan hiburan malam dan minuman beralkohol (mihol). Satpol PP sendiri, menurut Sudarsono, tidak bisa bergerak sendiri untuk melakukan penertiban tempat hiburan yang melanggar aturan, sehingga harus ada lebih dulu koordinasi dari Disporapar. “Menanggapi tentang penertiban hiburan malam, belum lama ini ada rapat dengan bupati. Terkait apa yang disampaikan LSM (soal hiburan malam, red), itu juga sudah disampaikan ke bupati. Namun kami belum bergerak, karena kami tidak bisa sendiri, penegakan perda itu bukan hanya oleh Salpol PP,” jelas Ono, panggilannya. Ia melanjutkan, setiap perda dalam pengawasannya ada pada dinas terkait, sehingga untuk penertibannya pun harus bersama-sama. Dalam hal dugaan adanya pelanggaran perda di sejumlah kafe (tempat hiburan malam) di wilayah Kuningan utara, menurut Ono hingga saat ini belum ada ajakan dari pihak Disporapar. “Semua perda itu pengawasannya dinas terkait. Pol PP tidak bisa bertindak sendiri, Pol PP juga tidak paham betul dalam hal perizinan. Dalam hal penertiban ini, kita sudah ada kesepaktan, dari Dinas Perizinan (DPMPTSP, red), Disporapar, Dipenda, itu akan melakukan kajian dulu, setelah itu baru bergerak. Kalau LSM mendesak kami, itu hak, terima kasih. Tapi sampai hari ini kami belum ada ajakan kapan bergerak, ini melibatkan Kepolisian, TNI, itu harus diajak bicara karena menyangkut kepentingan orang banyak,” ujarnya. Penertiban, kata Ono, itu gampang dilakukan. Namun jika Satpol PP melakukannya sendirian, pihaknya mempertanyakan siapa yang membela Satpol PP. Karena menurutnya, yang mempunyai kafe-kafe bukanlah orang-orang biasa. Pihaknya pun tidak mau disalahkan jika kemudian dipaksa untuk bertindak sendiri. “Kami tidak bergerak karena menunggu kapan bergerak. Kalau semua itu dinyatakan melanggar, ayo kita lakukan penertiban. Kalau untuk PKL itu bisa kami langsung. Ini bukan mengada-ada, ini yang dituntut miras. Ada peraturan berbeda, yaitu Perpres Nomor 74/2013 (tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol), itu bisa dijual di toko-toko seperti alfamart, 0-7 persen (alkohol). Di Permendag juga dianggap itu tidak miras. Di kafe-kafe juga bir itu 5 persen ke bawah. Kalau ini dipermasalahkan saat razia, lalu mereka mempermasalahkan, bagaimana? Hukum yang menjadi dasar memang perda, tapi tidak merunut hukum yang di atasnya,” kata Ono. Sontak saja pernyataan Kabid Trantib Satpol PP tersebut langsung disanggah Plt Kepala Disporapar Jaka Chaerul. Ia meminta agar Satpol PP tidak melempar batu sembunyi tangan, karena Disporapar hanya bersifat fasilitator, sedangkan penindakan ada di Satpol PP. “Jangan lempar batu sembunyi tangan. Saya berkomitmen sesuai dengan tupoksi Disporapar, tidak punya kewenangan untuk menutup (tempat hiburan malam). Saya rekomendasikan kepada Pol PP agar ditutup. Ini sudah melanggar, saya akan pasang badan. Saya berjanji, saya akan melakukan undercover. Saya langsung mengambil langkah, mengkaji. Tapi Satpol PP harus segera menindak, tidak perlu menunggu. Saya sampaikan kepada bupati, saya akan melakukan penindakan, apapun risikonya. Saya juga sama ingin membuat yang terbaik untuk Kuningan. Satpol PP tidak mesti menunggu,” ucap Jaka bernada tinggi. Atas ketegangan yang terjadi di ruang Banmus tempat audiensi dilakukan, pimpinan rapat yang juga Ketua Komisi 2 DPRD H Julkarnaen, langsung melerainya. Ia menjelaskan rapat tersebut bukan untuk saling melempar tanggung jawab, melainkan untuk mencari penyelesaian permasalahan secara bersama-sama. Itu sebabnya Komisi 2 mengundang stakeholder untuk hadir dalam pertemuan itu, yakni dari Satpol PP, Disporapar, dan juga Bapenda. “Mohon maaf, di sini tidak dalam posisi saling melempar tanggung jawab. Tapi bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama,” kata Jul, seraya meminta agar pihak ormas yang saat itu diwakili FPI berbicara. Pihak ormas pun langsung angkat bicara. Yang pertama disampaikan Lukman, yang mengawalinya dengan menegaskan kedatangannya ke DPRD untuk meminta agar legislatif mendukung apa yang telah dinyatakan oleh bupati untuk menutup tempat hiburan malam yang masa izinnya telah habis. “Di sana (kafe-kafe, red) banyak terjadi kemunkaran, peredaran miras, penjualan perempuan, keributan dan penganiayaan, izin juga telah habis. Kami meminta legislatif untuk mendukung apa yang dinyatakan bupati. Ini sangat lucu di depan kami saling lempar tanggung jawab. Harusnya harus saling mendukung. Ada apa terkait tempat hiburan ini, apakah beda pendapat atau beda pendapatan?” sindirnya. Ia kembali menyampaikan permintaannya agar ada pernyataan sikap legislatif untuk mendukung adanya pengeluaran moratorium tanpa batas terkait tempat hiburan malam. Datangnya ke DPRD bukan untuk berdiskusi, karena intinya sudah sangat jelas. “Kalau dewan masih bingung, Kuningan ini kabupaten termiskin. Sebesar apa sumbangsihnya (PAD) dari tempat hiburan ke pemda. Ya sudah jadikan Kuningan maju dalam kemaksiatan. Mungkin juga menjadikan Kuningan lebih pesat dalam hal ini,” ungkap Lukman disambung penegasan dari Ketua FPI Endin Kholidin, dan anggota Ormas Islam lainnya, Nana Mulyana Latif. Sementara itu, Ketua Komisi 2 DPRD Kuningan H Julkarnaen, adanya pernyataan sikap Komisi 2 dalam rangka menjaga prinsip kehati-hatian, sehingga tidak gegabah dalam bertindak. Ia mengaku Komisi 2 baru kali ini terlibat dalam masalah tersebut (perizinan tempat hiburan malam, red). “Baru kali ini kami secara resmi mengetahui masalah ini. Sehingga tidak ada salahnya kami undang semua stakeholder, supaya semuanya utuh. Menyangkut penegakan, pengawasan, dan penindakan, ini mengalami sisi kelemahan, tentunya penerjemahannya berbeda. Koordinasi antar instansi harus dilakukan, perlu dorongan dari Ormas. Sampaikan bukti-bukti, biar yang berwenang yang menindaklanjuti,” ujarnya. Soal hiburan malam, lanjut Jul, sapaan akrabnya, berkali-kali kesepakatan yang sama dibuat, namun dalam kenyataannya tidak pernah efektif. Ia pun menegaskan, pernyataan sikap akan disampaikan secara resmi dari kelembagaan DPRD, bukan atas nama Komisi 2 saja. “Pernyataan sikap nanti secara kelembagaan DPRD, kami (Komisi 2) hanya 11 orang. Kalau kami menyatakan sikap, ternyata yang 36 tidak, kan tidak nyambung. Ini hanya bentuk usulan, nanti kami akan mendalami untuk disikapi secara kelembagaan, sehingga secara resmi akan dikeluarkan dari lembaga DPRD. Nanti akan ada pernyataan sikap resmi dari DPRD secara kelembagaan,” tegas Jul. (muh)

Tags :
Kategori :

Terkait