Dede Sudrajat Komisi III Dukung Langkah Hukum

Rabu 10-03-2021,11:16 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

KUNINGAN-Komisi III DPRD Kabupaten Kuningan mendukung langkah hukum yang akan dilakukan Pemkab Kuningan terkait mandeknya proses negosiasi pembebasan sebidang lahan milik salah seorang warga di Jalan Lingkar Timur. Akibat lahan yang belum bisa dibebaskan, proses pembangunan jalan lingkar timur Garatengah-Karangmangu sedikit terhambat. Tebing yang dipapas berdiri tegak lantaran tanah di atasnya belum dibebaskan. Kondisi ini membuat rekanan mengalami kesulitan ketika melakukan pengerjaan.

Dukungan terhadap langkah hukum yang akan dilakukan pemkab jika proses negosiasi mengalami jalan buntu, diutarakan Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kuningan Dede Sudrajat, kemarin (9/3). Pada kesempatan ini, Komisi III melakukan kunjungan ke jalan lingkar timur, dan Terminal Wisata Paniis, Kecamatan Pasawahan.

“Kami dari Komisi III sengaja melakukan kunjungan kerja ke jalan lingkar timur dan Terminal Wisata untuk melihat sejauh mana kondisi sebenarnya di lapangan. Dari hasil kunjungn itu, kami mengetahui kondisi bangunan di terminal yang dibangun dengan anggaran mencapai Rp8 miliar, dan kendala yang dihadapi rekanan jalan lingkar timur,” ujar politisi PKS tersebut kepada Radar, kemarin (9/3).

Menurut Dede, lahan di jalan lingkar timur yang belum bisa dibebaskan itu karena pemilik lahan meminta ganti rugi yang cukup besar, sedangkan pemerintah daerah tidak bisa membayar ganti rugi lahan di atas nilai taksiran property atau apprassial. “Yang kami dengar, pemilik lahan meminta pembayaran yang cukup besar per batanya. Nilai ganti rugi yang diminta pemilik lahan, saya kira tidak wajar. Sebab, lahan masyarakat yang dibebaskan untuk pembangunan jalan lingkar timur nilainya sekitar Rp5 juta per batanya. Masa yang masyarakat Rp5 juta, yang ini jauh lebih besar,” sebut Dede.

Dede juga menjelaskan, berdasarkan penilaian Apprassial, nilai ganti rugi lahan di lokasi itu sebesar Rp6,5 juta/bata. Pihak pemilik lahan meminta Rp11,5 juta per batanya atau jauh di atas nilai Apprassial. Karena sudah ada Apprassial, maka pemerintah tidak boleh membayar lebih dari nilai taksiran nilai property.

“Kalau dibandingkan dengan lahan masyarakat yang sudah dibebaskan sebesar Rp5 juta per bata, pemilik tanah yang belum bisa dibebaskan, lebih mahal. Ada selisih Rp11,5 juta. Semoga saja pemilik lahan menerima nilai yang ditawarkan pemerintah,” katanya.

Namun jika proses negosiasi buntu, pihaknya mendukung langkah pemkab untuk menyerahkan permasalahan ini kepada pengadilan atau langkah hukum. Tapi sebelum sampai ke ranah hukum, pihaknya akan lebih dulu mengundang pemilik lahan ke dewan.

“Mungkin dalam waktu dekat, kami akan mengundang pemilik lahan dan Dinas PUTR ke dewan. Kalau sampai akhir bulan ini tidak ada juga titik temu, kami sarankan di awal April, pemerintah daerah mengajukan permasalahan ini melalui jalur hukum. Tapi mudah-mudahan saja pemilik lahan bisa berubah pikiran karena jalan yang sedang dibangun ini demi kepentingan masyarakat. Kan bisa menjadi amal baik bagi pemilik lahan itu sendiri,” tutur Dede.    

Dari pemantauan di lapangan, pihaknya melihat, tebing yang di atasnya terdapat lahan yang belum bisa dibebaskan, kondisinya berdiri tegak tidak dalam posisi miring. Sehingga membahayakan kontur tebing itu sendiri. “Kami lihat tebingnya berdiri tegak lurus. Kan harusnya miring. Kalau lahan di atasnya sudah dibebaskan, maka tebingnya bisa lebih landai. Kami juga melihat, masih adanya lahan yang belum dibebaskan, cukup mengganggu pengerjaan badan jalan,” tegas dia.

Sementara Kepala Dunisa Pekerhaan Umum Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Kuningan HM Ridwan Setiawan membenarkan jika ada sebidang lahan yang belum bisa dibebaskan karena pemilik lahan mematok nilai ganti rugi sangat besar. Luas lahan tersebut sekitar 300 bata.

“Awalnya pemilik lahan meminta per batanya Rp70 juta, kemudian turun menjadi Rp45 juta. Sekarang meminta Rp11,5 juta. Hanya saja berdasarkan Apprassial, nilai tertinggi lahan di wilayah itu Rp6,5 juta. Jadi, tidak mungkin melebihi Apprassial. Jika masih buntu saja, ya terpaksa melalui proses konsinyasi yang ditangani pengadilan,” jawab Ridwan. (ags)  

Tags :
Kategori :

Terkait