"Berbeda dengan tanaman kopi, semakin meluas, beberapa bibit kopi juga ditemukan untuk menyulam kopi yang mati. Ini sangat ironis, dan bertentangan dengan prinsip Konservasi," tegas dia.
Diakui Jafar, sejak menjadi relawan di tahun 1994, untuk menanam pohon endemik seperti ini, butuh waktu bertahun tahun, dan belum tentu tumbuh.
Lebih dari itu, kerusakan pohon endemik, mengancam keaneka ragaman hayati di zona ini. Diantaranya terdapat elang jawa yang sesekali melintas terbang rendah, dan terdapat primata jenis surili.
"Sejak era Perhutani, kami mengenal lokasi Blok Kamuning merupakan pintu masuk Zona lindung (Zona Rimba), karena kalau ke arah bawah sana, merupakan zona rehab," katanya.
BACA JUGA:5 Cara Menggunakan Jeruk Nipis untuk Mengusir Kucing yang Sering Berak Sembarangan
Temuan ini berada di perbatasan kedua zona tersebut. Di zona lindung jelas, tak boleh ada aktivitas penanaman kopi, apalagi ini, sampai merusak pohon endemik.
Luas tanaman kopi di sekitar mata air Manggong saat ini mencapai 2 hektare. Temuan ini sudah laporkan langsung KTH ke BTNGC.
Juga dilaporkan ke Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning dan LSM Pegiat lingkungan. Selasa, 23 Januari 2024 pihak BTNGC telah mengirim 3 Polhut, untuk mengecek langsung temuan KTH tersebut.
"Kemarin 3 polhut sudah mengecek langsung ke lokasi. Kami ingin membuktikan laporan ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya," tegasnya.
Pihaknya meminta ada tindakan tegas, karena tindakan tersebut berpotensi terulang di kemudian hari.
"Jika kerusakan ini dibiarkan, mata air bisa kering, mata air yang digunakan oleh masyarakat di bawah kawasan. Harus ditindak tegas pelaku pengrusakan," pungkasnya. (bubud)