Polemik Pembangunan Makam Leluhur Sunda Wiwitan, Begini Kata pewaris ajaran leluhur

Polemik Pembangunan Makam Leluhur Sunda Wiwitan, Begini Kata pewaris ajaran leluhur

CIREBON-Menyikapi polemik penghentian pembangunan makam tokoh adat Sunda wiwitan, pewaris ajaran leluhur Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan meminta Pemda Kuningan memprioritaskan aspek non diskriminasi dan hak asasi manusia. Hal tersebut diungkapkan Okki Satrio Djati selaku Girang Pangaping Adat Sunda Wiwitan kepada wartawan saat menggelar jumpa pers di Jl Pamitran, Kota Cirebon, Kamis (16/7). Dijelaskan Okki, Pemda Kabupaten Kuningan meminta penghentian pembangunan makam milik tokoh adat Sunda Wiwitan dilayangkan melalui surat teguran bernomor 300/774/Gakda tertanggal 29 Juni 2020 yang dikeluarkan oleh Satpol PP Kabupaten Kuningan dan disusul surat bernomor 300/807 Gakda tertanggal 6 Juli 2020. \"Permintaan penghentian pembangunan makam tersebut kemudian disertai munculnya penolakan dengan hal serupa oleh ormas tertentu Desa Cisantana. Awalnya mereka menolak RUU HIP kemudian berkembang yang menolak pembangunan makam dengan alasan bahwa pembangunan tersebut dianggap meresahkan dan mengganggu kenyamanan warga,\" jelasnya. Merespon kondisi tersebut, Okki mengatakan pewaris ajaran leluhur Sunda Wiwitan di Kabupaten Kuningan meminta Pemda Kuningan mengedepankan perlakuan prinsip non-diskriminasi terhadap warga adat Sunda Wiwitan yang berada di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, terkait pembangunan makam tokoh leluhur mereka, Pangeran Djatikusumah. \"Pembangunan makam milik tokoh adat Sunda Wiwitan ini telah dimulai sejak Februari 2014. Dalam prosesnya, pembangunan fasilitas menuju lokasi utama telah banyak melibatkan peran serta gotong royong masyarakat setempat yang multi agama dan kepercayaan. Proses ini telah berjalan hingga kurun waktu Oktober 2015-Januari 2016, sebelum distop oleh kepala desa karena memang awalnya merupakan program Kesra Desa Cisantana. Dan akhirnya dimulai kembali secara swadaya dan gotong royong menjelang Serem Taun 2017 dan berlanjut secara swadaya kembali pada tanggal 12 November 2019,\"katanya. Secara legal prosedural, lanjut Okki, pembangunan makam tokoh adat Sunda Wiwitan dibangun di atas tanah milik pribadi. \"ini pun disertai surat keterangan kepemilikan tanah bernomor 141/244/SKT-CSN-/Pemdes/IV/2020, tertanggal 23 April 2020, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Cisantana tentang keterangan tanah tidak dalam sengketa dan tidak sedang dibuatkan sertifikat,\" paparnya. Okki melanjutkan, pembangunan pasarean (makam) tersebut dikait-kaitkan dengan tempat pemujaan yang akan menimbulkan musyrik, mendangkalkan akidah untuk kalangan tertentu. \"Padahal itu bukan tempat pemujaan, di situ akan dibangun makam leluhur kami.Kami memandang di lapangan ada upaya-upaya tertentu yang menggiring soal pembangunan makam milik tokoh adat Sunda Wiwitan ke arah sentimen permusuhan SARA dan intoleransi agama serta kepercayaan,\"ucapnya. Terakhir Okki menyatakan bahwa pembangunan pasarean (makam) ini dikait-kaitkan dengan tempat pemujaan yang akan menimbulkan musyrik, mendangkalkan akidah untuk kalangan tertentu. \"Padahal itu bukan tempat pemujaan, di situ akan dibangun makam leluhur kami. Kami menerima informasi, jika hingga sampai Senin besok (20/7) tidak ada penghentian pembangunan makam, maka lokasi makam ini akan disegel. Kami mempertanyakan apa yang mau disegel? Atas dasar apa?,\"tandasnya. Sementara itu, Pangaping Adat Sunda Wiwitan lainnya, Djuwita Djati Kusumah Putri mengatakan, pembangunan makam ini diwarnai asumsi liar yang tidak pernah dikonfirmasi kebenarannya kepada pihak keluarganya. \"Saya adalah putri ke enam dari Pangeran Djatikusumah yang makamnya akan dibangun di Curug Goong ini. Kami menerima peringatan bahwa lokasi pembangunan makam ini akan disegel, asumsi yang berkembang bahwa ini akan jadi tempat pemujaan, padahal dalam leluhur kami tidak ada itu yang namanya pemujaan, bahkan bagi kami pemujaan adalah pelecehan,\" katanya. Pangeran Djatikusumah sendiri merupakan tokoh leluhur Sunda Wiwitan di Kuningan yang lahir pada 1932 silam. Ia merupakan cucu dari tokoh besar dalam perjuangan melawan kolonial Belanda sejak tahun 1869 yaitu Pangeran Madrais Sadewa Alibassa Kusumawijaya ningrat.(rdh)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: