17 Hal Tabu di Desa Bunigeulis, Kandung Nilai Moralitas Masyarakat Sunda, Diyakini hingga Sekarang

17 Hal Tabu di Desa Bunigeulis, Kandung Nilai Moralitas Masyarakat Sunda, Diyakini hingga Sekarang

Suasana di Desa Bunigeulis, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan. -Mari Berbagi/ist-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM - Tentang hal-hal yang diangap tabu oleh warga Desa Bunigeulis, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, ternyata ada yang melakukan penelitian

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan, setidaknya ada 17 hal tabu di Desa Bunigeulis mengandung nilai moralitas masyarakat Sunda

Bahkan, ke-17 hal tabu atau pantangan di salah satu desa terunik di Kabapaten Kuningan ini, sudah menjadi aturan adat desa. Hingga kini, adat tersebut masih diyakini oleh masyarakat setempat. 

Adalah Gilang Kripsiyadi Praramdana MPd yang melakukan penelitian tentang hal-hal yang diangap tabu di desa itu. Sosok ini berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Kuningan (Uniku).

BACA JUGA:3 Daerah Paling Parah Terdampak Rentetan Gempa di Sumedang, Belum Ada Laporan Korban Jiwa

Dalam penelitian tersebut Gilang mengambil judul: “Nilai Moralitas Dalam Panyamaran (Tabu) di Desa Bunigeulis Kecamatan Hantara Kabupaten Kuningan”.

Penelitian ini menganalisis nilai moralitas yang terdapat dalam panyaraman “tabu” masyarakat Sunda di Desa Bunigeulis Kecamatan Hantara Kabupatén Kuningan. 

Data yang diperoleh melalui beberapa teknik, yaitu; studi pustaka, wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi analisis. 

Dahulu adanya istilah panyaraman atau “tabu” merupakan sebuah alat kontrol yang berwujud larangan lisan. Dan apabila ada orang yang berani melanggar dipercaya akan mendapatkan marabahaya maupun bencana.

BACA JUGA:Ngeri, Dinding Twin Tunnel Tol Cisumdawu Retak, Akibat Rentetan Gempa Tutup Tahun di Sumedang

Disadari atau tidak, pada waktu terdahulu masyarakat Sunda secara tidak langsung menggunakan panyaraman sebagai media pendidikan.

Ada beberapa contoh panyaraman masyarakat Sunda umumnya. Seperti:  “ulah gogoléran dina taneuh matak diléngkahan jurig”.

Dari ungkapan itu ada sebuah makna yang tersirat. Biasanya makna itu disebut dengan istilah “etnopedagogik”.

Makna dalam ungkapan itu memiliki arti: jauhilah tempat kotor, karena akan berpotensi menimbulkan penyakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: