Warga Babakanmulya Lestarikan Tradisi Kawin Cai

Jumat 01-11-2019,23:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN-Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan air yang telah memberikan penghidupan bagi masyarakat setempat. Warga Desa Babakanmulya, Kecamatan Jalaksana, menggelar upacara tradisi Kawin Cai di Situ Balong Dalem, Kamis (31/10) Prosesi upacara adat Kawin Cai yang rutin digelar hampir tiap tahun tersebut, diawali dengan pengambilan air dari hulu cai atau mata air Tirtayatra Situ Balong Dalem oleh sesepuh desa. Dilanjutkan dengan upacara Mapag Cai yaitu kendi berisi air Tirtayatra tadi dibawa menuju sumber mata air kramat Cikembulan atau yang lebih dikenal dengan Balong Cibulan di Desa Manis Kidul yang jaraknya mencapai 5 Km dengan cara berjalan kaki. Setibanya di sumur keramat Cibulan, air Tirtayatra tersebut kemudian ditumpahkan di salah satu sumber mata air terbesar dari tujuh sumur keramat yang ada yaitu Sumur Kajayaan. Selanjutnya, para petugas penjemputan tadi mengambil air dari sumur keramat yang berjumlah tujuh mata air tersebut ke dalam wadah kendi yang sama, kemudian dibawa dan diarak kembali menuju Setu Balong Dalem untuk dialirkan kembali di mata air Tirtayatra. Kemudian,air dari sumur keramat Cikembulan diserahkan ke sesepuh Desa Babakanmulya yang dilakukan di depan Batu Kawin yang berdekatan dengan hulu sungai. Selanjutnya air dibawa oleh sesepuh desa untuk dialirkan ke hulu sungai Tirtayatra yang sebelumnya dikumandangkan adzan iqomat oleh tokoh agama desa setempat secara bersama-sama. Prosesi Kawin Cai disaksikan Muspika, tokoh masyarakat setempat serta ratusan warga. “inti dari tradisi ini, kami memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi limpahan air untuk mengairi lahan pertanian dan sumber kehidupan lainnya,” kata Jaja Abdurahman tokoh masyarakat setempat Jaja menuturkan, ritual Kawin Cai ini merupakan tradisi leluhur masyarakat Babakanmulya yang sudah berlangsung turun temurun. \"Ritual ini selalu diselenggarakan hari Kamis Wage malam Jumat Kliwon pada bulan Rowah yang biasanya jatuh pada bulan September atau Oktober dengan tujuan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas limpahan air yang telah menghidupi masyarakat setempat yang kemudian dinyatakan dalam kegiatan berbagi atas hasil bumi yang diperoleh,\" pungkasnya. (tbm)

Tags :
Kategori :

Terkait