Abidin Sebut BTNGC Gagal Kelola Hutan Ciremai

Selasa 28-01-2020,13:01 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

KUNINGAN–Keinginan kuat DPRD dan Pemkab Kuningan agar status kawasan Gunung Ciremai berubah dari Taman Nasional (TN) menjadi Taman Hutan Raya (Tahura), seperti bola liar yang kian menggelinding. Reaksi Balai TNGC atas kehendak tersebut, dianggap sebagai reaksi ketakutan jika kawasan Gunung Ciremai nantinya dikelola pemerintah daerah. Tanggapan tersebut disampaikan tokoh masyarakat Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan Abidin. Mantan Ketua BPD Cisantana ini menyebut tanggapan dari pihak BTNGC terhadap adanya keinginan DPRD dan Pemkab Kuningan untuk mengajukan perubahan status Gunung Ciremai tersebut, tidak perlu untuk ditakuti. Mengingat petugas BTNGC nantinya masih tetap menjadi ASN dan harus siap mengabdi di daerah mana saja. “Pernyataan dari pihak BTNGC dalam pemberitaan koran Radar Kuningan untuk menanggapi hal ini, menurut saya itu hanya perasaan ketakutan saja. Mestinya nggak perlu takut karena yang jadi pejabat dan petugas fungsional BTNGC masih tetap jadi ASN, tapi harus siap mengabdi di daerah mana saja. Hanya pendistribusian para pejabat dan karyawan fungsionalnya akan disebar di semua wilayah yang ada di negara Indonesia,” kata Abidin, Senin (27/1). Lahirnya Taman Nasional, lanjut Abidin, sebagai harapan baru untuk perbaikan dalam tata kelola Gunung Ceramai yang lebih baik. Namun ternyata harapan tersebut kandas dengan kenyataan ada tata kelola yang keliru yang diterapkan oleh BTNGC. “Kami sebagai rakyat yang lahir dan hidup sehari-hari di bawah kaki Gunung Ciremai, sekarang ada kekhawatiran hidup di bawah kaki Gunung Ciremai, kalau musim hujan takut banjir, dan di musim kemarau takut kekeringan. Tak lepas dari, kami juga takut dari gangguan binatang hutan,” tutur Abidin. Menurutnya, kekhawatiran masyarakat lereng Ciremai, terjadi antara lain karena di saat musim hujan sudah terjadi banjir, tapi anehnya sampai sekarang terjadi kekurangan air, seperti di wilayah Cisantana. “Bisa dikroscek, air untuk minum saja kotor, berwarna hitam dan gatal seperti ada debu hitam. Puluhan hektare sawah tidak bisa digarap dan sekarang jadi lahan tandus. Belum lagi sekarang binatang monyet, lutung, dan babi sudah sering turun ke perkampungan,” keluhnya. Ia sendiri bersama warga sekitar tidak tinggal diam untuk mengetahui apa penyebab hal itu terjadi. Berdasarkan analisa, ia menduga saat ini ada ekosistem di Gunung Ciremai yang rusak akibat kebakaran hutan yang luasnya ratusan hektare, bahkan bisa jadi ribuan hektare. “Ini sebagai gambaran saja, bahwa BTNGC telah gagal dalam mengelola hutan Ciremai,” tudingnya. Untuk itu, ia mengapresiasi kepada Pemkab dan DPRD Kuningan yang telah mulai melakukan gebrakan untuk melakukan kajian dan evaluasi terhadap keberadaan BTNGC. Dikatakan, terdapat tiga aspek yang disoroti, pertama dari aspek hukum sangat memungkinkan pengelolaan kawasan Gunung Ciremai untuk diambil alih oleh daerah. “Sangat memungkinkan kawasan Ciremai ini diambil alih oleh Pemda Kuningan sesuai dengan PP Nomor 104/2015 tentang Tahura. Walaupun di dalamnya ada pemprov, itu tidak ada masalah, kan pemkab itu bagian dari pemprov,” ujarnya. Aspek kedua, kata dia, yakni berupa teknis yang akan lebih memudahkan Pemkab Kuningan dan Majalengka mengelola kawasan hutan Gunung Ciremai. Sebagai contoh, saat adanya kebakaran, maka BPBD akan selalu siaga dan terus berkomunikasi secara lebih mudah dengan instansi lain, khususnya dengan rakyatnya. “Lalu ketiga, dari aspek ekonomi. Pemkab akan lebih siap. Contohnya mengurus infrastruktur, irigasi dan yang lain-lainnya. Dalam hal ini pemkab layak untuk ambil alih pengelolaan Gunung Ciremai. Tentang adanya sebagian kecil rakyat yang kontra, itu biasa sebagai bumbunya demokrasi,” ucap Abidin yang merupakan juga mantan anggota DPRD Kuningan itu. (muh)

Tags :
Kategori :

Terkait