Peringati Hari Ibu, Begini Sejarah dan Perjalanannya

Selasa 21-12-2021,11:40 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

Radarcirebon.com - Sejarah Hari Ibu tidak bisa dilepaskan dari Kongres Perempuan I yang dilaksanakan di Yogyakarta, pada 22 sampai 25 Desember 1928.

Kegiatan tersebut mengambil tempat di Pendopo Dalam Jayadipuran. Dalam pertemuan itu, sejumlah isu dibahas terutama yang bertema keperempuanan.

Susan Blackburn dalam Kongres Perempuan Pertama, Tinjauan Ulang (2007) menyebutkan bahwa kegiatan dihadiri sejumlah organisasi perempuan.

Mulai dari Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madura, Muhammadiyah dan Jong Islamieten Bond.

Sekitar 600 perempuan hadir dan menyuarakan sejumlah isu. Mulai dari pernikahan dini, perkawinan paksa, perceraian sewenang-wenang, hingga masalah lainnya.

Djami dari Darmo Laksmi bahkan membacakan pidato berjudul Iboe. Dia menceritakan bagaimana kaum perempuan dianggap rendah.

Pada masa kolonial, kaum hawa memang dianggap lebih rendah dari laki-laki. Sehingga sangat lekat dengan urusan dapur.

Mereka juga kurang diberikan akses terhadap pendidikan dan tidak pernah ada kesetaraan dengan laki-laki dalam hal apapun.

“Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya,” katanya.

Dalam helatan itu, organisasi perempuan berubah menjadi Perserikatan Perempuan Indonesia. Kemudian pada tahun 1929 berubah lagi menjadi Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia.

Slamet Muljana dalam Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan (2008), setelah kongres itu, gerakan nasional bahkan telah diakui menjadi pergerakan nasional.

Semua sepakat bahwa perempuan juga wajib turut memperjuangkan harkat dan martabat Indonesia.

Menurut Slamet Muljana, penyelenggara kongres ini berasal dari bermacam etnis dan agama di Indonesia.

Organisasi-organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan itu antara lain: Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, perempuan-perempuan Sarekat Islam, perempuan-perempuan Jong Java, Jong Islamten Bond, dan Wanita Taman Siswa.

Pasca kemerdekaan, kongres ini masih dianggap penting eksistensinya. Bahkan Presiden RI, Soekarno sangat menaruh perhatian.

Tags :
Kategori :

Terkait