Harimau Dianggap sebagai Simbol Kekuatan bagi Masyarakat Sunda, Dipanggil Maung, Mitos atau Realitas?

Selasa 23-01-2024,15:32 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang. 

Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, dia meninggalkan pesan atau wangsit. Di dikemudian hari dikenal sebagai “Wangsit Siliwangi”.

Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung”.

Ada hal menarik berkaitan dengan kata-kata dalam wangsit tersebut. Kata-kata itu termasuk kategori bahasa sunda kasar. Tentu  bila merujuk pada strata bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sunda Priangan (Undak Usuk Basa). 

BACA JUGA:Bukan Hilirisasi, Inilah Rekomendasi 3 Tanaman Memiliki Aroma Harum Menangkal Kucing Berak Sembarangan

Mengapa seorang raja berucap dalam bahasa yang tergolong “kasar”? Bukti sejarah menunjukkan, kemunculan undak usuk basa dalam masyarakat Sunda terjadi karena adanya hegemoni budaya dan politik Mataram.

Kerajaan itu memang kental nuansa feodal. Pengaruh itu baru terjadi pada abad 17—beberapa abad pasca Prabu Siliwangi tiada atau nga-hyang. 

Namun tinjauan historis tersebut bukanlah bertujuan melegitimasi wangsit itu sebagai kenyataan sejarah. Bagaimanapun, masih banyak kalangan yang mempertanyakan validitas dari wangsit itu sebagai fakta sejarah.

Wangsit, yang bagi sebagian masyarakat Sunda itu sarat dengan filosofi kehidupan. Bahkan menjadi semacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bermetamorfosa menjadi maung. Setelah tapadrawa atau bertapa hingga akhir hidup di hutan belantara. 

BACA JUGA:Jalintim Kuningan Kini Tak Punya Lagi Bukit Kembar, Pekerjaan Kontraktor Belum Selesai

Yang menjadi pertanyaan, apakah memang pernyataan atau wangsit Siliwangi itu bermakna sebenarnya ataukah hanya kiasan?

Realitasnya, hingga kini masih banyak masyarakat Sunda, bahkan juga yang non-Sunda, meyakini metamorfosa Prabu Siliwangi menjadi harimau. 

Selain itu, wangsit tersebut juga menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang Sunda. Dengan menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai lelaku yang harus dijalani dalam kehidupan nyata.

Dari sini terlihat terungkapnya sistem nilai dari simbol maung dalam masyarakat Sunda. Ternyata maung yang memiliki sifat-sifat yang menyimpan tata nilai, terdapat pada kebudayaan masyarakat Sunda. Khususnya yang berkaitan dengan aspek perilaku. (*)

Kategori :