Diduga tanaman kopi robusta ini sengaja ditanam dan areanya diperluas sampai ke zona rimba. Padahal area ini, semestinya difokuskan pada kepentingan konservasi.
“Kami sangat sedih karena menemukan pohon endemik yang mati. Padahal ini adalah area untuk menjaga ekosistem hutan,” tegasnya.
KTH Sapu Jagat, kata dia, mendapatkan temuan tersebut saat melakukan kegiatan rutin meninjau catchment area dan lingkungan hutan.
Kegiatan ini dilaksanakan mayarakat secara sukarela untuk melindungi hutan dari kerusakan. Apalagi, lokasi tersebut berdekatan dengan mata air.
Atas temuan itu, KTH Sapu Jagat telah menyampaikan kepada BTNCG dalam bentuk laporan dan telah ditindaklanjuti dengan mengirimkan polisi hutan.
Tetapi perlu upaya lebih tegas lagi dalam penegakan hukum, karena tindakan perluasan tanaman kopi dengan cara demikian, menyalahi aturan.
Apalagi pohon endemik tersebut merupakan keanekaragaman hayati di Gunung Ciremai. Kemudian mengurangi luas hutan dan zona rimba.
Sementara sebaliknya, tanaman kopi justru semakin luas dan di lokasi juga ditemukan bibit kopi untuk menyulam tanaman kopi yang mati.
BACA JUGA:Wajah Gajah Mada Sebenarnya, Benarkah Gempal seperti di Buku Sejarah?
“Ini sangat ironis, dan bertentangan dengan prinsip konservasi. Tanaman kopi semakin luas, tetapi areal hutannya semakin berkurang," tegas dia.
Jafar menambahkan, pohon endemik di Gunung Ciremai tersebut sudah berusia puluhan tahun dan belum tentu bisa tumbuh.
Apalagi jenis pohon seperti ini, penting sebagai pendukung kehidupan satwa seperti elang jawa dan surili.
Dijelaskan dia, Blok Kamuning sejak era Perhutani merupakan pintu masuk ke zona rimba. Sementara di bawahnya ada zona rehabilitasi.
BACA JUGA:Mobil Baret Gegara Kucing, Simak Cara Ini, Hilang Seketika tanpa ke Bengkel
Temuan pohon endemik yangmati, berada di perbatasan antara zoa rimba dan zona rehabilitasi. Tanaman kopi tidak diperbolehkan di zona rimba, apalagi sampai merusak pohon endemik.