“Kawasan tuntas sampah berbasis masyarakat ini, dapat meminimalisir volume sampah yang diangkut ke TPA. Sedangkan prosesnya, berupa pemilahan, pengolahan sampah organik, pengumpulan dan penyaluran sampah yang masih dapat didaur ulang, serta pemusnahan sampah residu yang tidak dapat diolah lagi,” beber Indra.
Indra berharap, kawasan tuntas sampah menjawab kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyedia TPA sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional untuk meletakkan TPA sampah pada hierarki terbawah, sehingga meminimalisir residu sampah di TPA sampah.
Adapun alur konsep kawasan tuntas sampah, diawali melalui pemilahan dan pewadahan sampah dari sumber atau masyarakat. Selanjutnya, di kawasan tuntas sampah, untuk sampah organik diolah menjadi pupuk maupun budidaya magot (pakan ternak).
Selain itu, sampah organik diolah menjadi biogas, yakni energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti memasak dan listrik.
BACA JUGA:5 Destinasi Wisata Tersembunyi di Kuningan, Sempurna untuk Staycation dan Healing Keluarga
Sementara itu, sampah anorganik yang memiliki nilai jual, dikelola melalui bank sampah. Sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam bisa dimanfaatkan melalui proses daur ulang. Misalnya saja, dijadikan pot bunga, tempat pensil maupun kerajinan tangan lainnya.
Dan terakhir, sampah yang tidak bisa didaur ulang, akan dimusnahkan mengunakan incenerator, yakni teknologi ramah lingkungan untuk pemusnah sampah residu. Sehingga, residu yang akhirnya dikirim ke TPA hanya berkisar 20 persen saja di setiap kawasan tuntas sampah.
“Tentunya, agar program ini berhasil, diperlukan peran serta aktif masyarakat,” ujar Indra. (red)