Dalam tata kelola kehutanan, peran ini dikenal sebagai community-based fire management, pendekatan yang mengandalkan respons cepat masyarakat sekitar hutan.
Hal senada disampaikan Rakim, Ketua KTH Wanakarya Desa Bantaragung. Menurut dia, Blok Wadasari dan sekitarnya telah beberapa kali menjadi lokasi penanaman. Kegiatan tidak berhenti pada penempatan bibit, tetapi dilanjutkan dengan perawatan berkala.
“Kalau lahan ini dibiarkan terbuka, risikonya erosi besar. Apalagi jalurnya ramai pengunjung. Karena itu harus ditanami supaya lereng lebih stabil,” ujar Rakim, sembari menunjukkan arus wisatawan yang melintas menuju area perkemahan.
BACA JUGA:Bupati Dian Terima Person of The Year Kategori Top Government Public Relations
Rakim menjelaskan, pemeliharaan dilakukan setiap tiga bulan, termasuk penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati menggunakan bibit baru.
Kegiatan ini direncanakan berlangsung selama dua tahun untuk memastikan tanaman mampu bertahan hingga membentuk tajuk dan sistem perakaran yang kuat.
“Menanam itu mudah. Merawat yang sulit. Kalau ada yang mati, kami ganti. Anggota siap diturunkan lagi,” ujarnya.
Di luar rehabilitasi, KTH juga menjalankan fungsi pengawasan kawasan. Aktivitas rutin di hutan membuat anggota cepat mengenali potensi pembalakan liar dan pelanggaran zonasi.
BACA JUGA:MAXi 'Turbo' Experience, Touring Tasikmalaya dan Eksplorasi Pantai Selatan Wilayah Cipatujah
BACA JUGA:Wajib Datang! Yamaha Rev Festival Siap Geber Senayan Park (SPARK) Untuk Tutup Akhir Tahun 2025
Peran ini menempatkan KTH sebagai perpanjangan pengawasan negara di lapangan sekaligus penyangga ekologi kawasan taman nasional.
Di lereng curam Desa Bantaragung, penanaman pohon bukan sekadar menambah tutupan hijau.
Kegiatan ini merekam hubungan panjang masyarakat desa penyangga dengan hutan Ciremai, sebuah praktik konservasi berbasis komunitas yang terus bekerja di tengah meningkatnya minat wisata alam.
Ancaman kebakaran, dan upaya menjaga keseimbangan ekosistem pegunungan. (Bubud Sihabudin)