Zonasi Berbasis Komunitas di Taman Nasional Gunung Ciremai, Dr Dadan Taufik: Kunci Keberhasilan Konservasi

Zonasi Berbasis Komunitas di Taman Nasional Gunung Ciremai, Dr Dadan Taufik: Kunci Keberhasilan Konservasi

Dr. H. Dadan Taufik F, akademisi dari Fakultas Hukum UGJ Cirebon sekaligus Direktur Lembaga Hukum Prabu, menegaskan pentingnya pengakuan terhadap kontribusi masyarakat lokal dalam menjaga kawasan konservasi.--

KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM – Penetapan sistem zonasi dalam pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) kini menjadi wacana strategis.

Tak hanya berfokus pada pelestarian lingkungan, tetapi juga mengakui kontribusi nyata masyarakat desa penyangga yang telah lama hidup berdampingan dengan kawasan hutan.

Sistem zonasi ini dirancang untuk menjadi jembatan antara kepentingan konservasi dan kebutuhan dasar masyarakat yang menggantungkan hidup dari kawasan hutan tersebut.

Aturan mengenai zonasi ini tercantum dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) melalui Keputusan Dirjen KSDAE No: SK.193/KSDAE/RKK/KSA.0/10/2022, yang mengatur zonasi TNGC di wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

BACA JUGA:Dari Wilayah Kepulauan, UMKM Ini Berhasil Jadi Pemasok Program MBG dengan Dukungan Pembiayaan BRI

BACA JUGA:KPPN Kuningan Gelar Forum Konsultasi Publik: Polres Kuningan Jadi Satker Terbaik KPPN Awards Semester I 2025

Tujuannya adalah menciptakan pengelolaan kawasan yang terencana, adil, dan melibatkan partisipasi masyarakat.

Sejak lama, puluhan desa telah mengelilingi kawasan Gunung Ciremai. Jauh sebelum penetapan kawasan ini sebagai taman nasional pada tahun 2004, warga setempat telah hidup dari hasil hutan dan mengelola sumber daya alam secara tradisional.

Kini, masyarakat di sekitar TNGC terorganisir dalam kelompok-kelompok tani hutan, seperti "Paguyuban Silihwangi Majakuning," yang turut aktif dalam upaya konservasi.

Masyarakat ini tidak sekadar memanfaatkan hutan, tetapi juga memeliharanya. Mereka secara turun-temurun menjaga batas wilayah hutan, membersihkan mata air, menerapkan larangan adat, menangani kebakaran hutan, menanam pohon endemik dan MPTS (Multi Purpose Tree Species), serta merawat sekat bakar.

BACA JUGA:Yamaha Cup Race di Titik Nol Tanjung Bira, Atmosfer Race Tourism di Bulukumba Sulsel

BACA JUGA:LinkUMKM, Platform Digital BRI Yang Telah Dimanfaatkan 12,9 Juta UMKM Untuk Naik Kelas

Bahkan, di sejumlah desa telah berdiri persemaian swadaya yang memproduksi ribuan bibit pohon secara mandiri.

Dr. H. Dadan Taufik F, akademisi dari Fakultas Hukum UGJ Cirebon sekaligus Direktur Lembaga Hukum Prabu, menegaskan pentingnya pengakuan terhadap kontribusi masyarakat lokal dalam menjaga kawasan konservasi.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait