KTH Silihwangi Majakuning Kolaborasi Bersama Kampus, Pilar Rakyat Lestarikan Ciremai
SALAM LESTARI. Pengurus Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning Foto bersama Wamendes PDTT dan Civitas Akademika UGJ, dalam Acara pelepasan KKN Tematik, Senin 4 Agustus 2025. (Bubud Sihabudin)--
KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM – Peran kelompok masyarakat dalam menjaga kawasan konservasi terus diperkuat melalui kolaborasi dan landasan hukum yang jelas.
Salah satunya ditunjukkan oleh Paguyuban Kelompok Tani Hutan (KTH) Silihwangi Majakuning, yang kini menaungi sekitar 30 KTH dari 30 desa penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Paguyuban ini tampil sebagai mitra strategis dalam mendukung pengelolaan berbasis zonasi, khususnya zona tradisional.
Terbaru, Paguyuban mulai menjajaki potensi kerjasama dengan pihak Kampus, baik Akademisi maupun Mahasiswa.
BACA JUGA:Dukung Pemerintah Perkuat Jaring Pengaman Sosial, BRI Salurkan BSU 2025 kepada 3,76 Juta Penerima
BACA JUGA:PPATK Blokir Rekening Pasif, BRI Buka Suara
Dr. H. Dadan Taufik F., S.Hut., S.H., M.H., M.Kn., selaku Pembina Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning sekaligus Dosen Fakultas Hukum UGJ Cirebon, kembali menegaskan legalitas aktivitas masyarakat Desa Penyangga di kawasan konservasi sudah berlandaskan aturan.
"Keberadaan zona tradisional di TNGC itu sudah melalui proses yang amat sangat panjang dan sekarang keberadaannya pun sudah jelas legal formanya," ujar Dr. Dadan, Senin 4 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, banyak wilayah TNGC dulunya merupakan hutan produksi yang dikelola Perhutani, tempat masyarakat lokal menggantungkan hidup sebagai penyadap getah.
Kini, dengan diberikannya status zona tradisional melalui Keputusan Dirjen KSDAE No. SK.193/KSDAE/RKK/KSA.0/10/2022, aktivitas mereka mendapatkan pengakuan hukum dalam kerangka konservasi partisipatif.
BACA JUGA:Kisah Pengusaha Pakan Ternak dari Ponorogo Ini Buktikan KUR BRI Bisa Bikin Usaha Berkembang
“Kalaupun misalnya hari ini belum sempurna, ya tinggal bagaimana penyempurnaan pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai terkait pengelolaan HHBK (hasil hutan bukan kayu) sehingga keberadaan masyarakat benar-benar menjadi mitra TNGC dalam membangun taman nasional yang lestari,” tutur Dr. Dadan.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kolaborasi multipihak sangat diperlukan. Stakeholder yang ada di TNGC yang pasti adalah Balai TNGC, yang kedua para anggota KTH yang dinakhodai oleh Paguyuban Silihwangi Majakuning.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
