Cigowong, Kisah Kampung Mati di Kuningan, Musnah Akibat Keganasan Gerombolan DI TII

Cigowong, Kisah Kampung Mati di Kuningan, Musnah Akibat Keganasan Gerombolan DI TII

Cigowong merupakan sebuah kampung yang dulu sering diserang kelompok DI TII. -Ofi Sofiyudin - Tangkapan layar-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM - Dulu ada satu kampung di Kuningan yang bernama Cigowong. Namun kampung tersebut telah musnah karena ditinggal para penghuninya. 

Bekas kampung mati ini sekarang hanya menjadi salah satu pos pendakian Gunung Ciremai. Terutama bagi para pendaki yang melalui jalur Palutungan.

Kampung ini musnah mulanya akibat dibakar oleh gerombolan pemberontak DI TII. Karena ketakutan, warga kampung tersebut mengungsi ke wilayah yang lebih aman.

Dulu, Cigowong merupakan kampung tertinggi di Kuningan. Bekas kampung yang dekat dengan Palutungan ini, sekarang masuk wilayah Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kuningan.

BACA JUGA:ALHAMDULILLAH, Jalan Cipasung-Subang Sudah Dibuka Lagi, Sekda Dian Pastikan Penanganan Longsor Sampai Tuntas

Dulu, Cigowong menjadi kampung tertinggi karena berada di 1450 meter di atas permukaan laut (mdpl). Letak kampung yang sudah mati itu, persis di tengah-tengah lereng Gunung Ciremai yang memiliki ketinggian 3078 mdpl.

Seperti diketahui, pada tahun 1950-an, Indonesia menghadapi berbagai gangguan keamanan dalam negeri. Banyak terjadi pemberontakan bersenjata. Salah satunya dilakukan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI TII).

Di Jawa Barat gerombolan yang dipimpin oleh Sukarmaji Marijan (SM) Kartosuwiryo ini terkenal kejam dan bengis. Termasuk yang terjadi di Kabupaten Kuningan.

Di Kuningan, gemrombolan pemberontak tak segan-segan membakar rumah warga jika tidak mau menuruti keingan mereka. Bahkan, jika ada yang mencoba melawan, gerombolan tersebut tak segan-segan menghabisi nyawa warga desa tersebut.

BACA JUGA:Mengenal 7 Jenis Anjing Termahal di Dunia, Harganya Bisa Sampai Ratusan Ribu Dollar!

Dalam beberapa tulisan sejarah Indonesia disebutkan, SM Kartosuwiryo memiliki gagasan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Gagasan itu muncul sejak sebelum tahun 1945. 

Namun gerakan itu baru terdeteksi pada tahun 1946. Ketika terjadi penyerangan pos dan markas pasukan Siliwangi di Malangbong, Garut, Jawa Barat. Kemudian, gerakan DI/TII kian masif mengganggu dan menyerang objek-objek vital milik pemerintah.

Untuk mewujudkan cita-cita dan mendirikan negara Islam, Kartosuwiryo mengadakan konsolidasi. Di antaranya dengan mengadakan tiga kali konferensi. Terakhir konferensi digelar di Cipeundeuy, Tasikmalaya pada Maret 1948.

Pergolakan politik antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan gerakan separatis DI/TII tak bisa dihindari lagi. Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Kuningan, khususnya di Palutungan dan Cigowong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: