Pandangan hatinya tajam dan lebih jauh jangkauannya dibanding orang biasa. Di matanya tampak jelas harimau tersebut melarikan diri ke arah barat menuju daerah Salam yang ada di Desa Sayana.
Desa Sayana adalah sebuah desa yang ada di kaki Gunung Ciremai, yang termasuk wilayah Kecamatan Jalaksana.
Sebagai tanda untuk mengingatkan generasi berikutnya, maka tempat kejadian tersebut diberi nama Tikal Balung. “Tikal” berarti pematahan, “Balung” artinya tulang.
BACA JUGA:5 Destinasi Tempat Wisata Anak di Ciwidey untuk Habiskan Liburan Akhir Pekan
Meskipun demikian, akhirnya warga Nanggerang merasa gembira karena mereka berhasil mempertahankan tanah airnya dari rongrongan musuh. Dan mereka kembali dengan rasa syukur yang tiada terhingga.
Hati Eyang Raksagati belum lega, jika belum bisa menangkap harimau tersebut. Kalau belum tertangkap, dikhawatirkan kelak akan mengganggu warga dan keturunannya.
Dengan proses batiniah berhasil memancing harimau itu keluar lagi. Pertarungan antara keduanya pun kembali terjadi. Pertarungan itu terjadi di selatan desa yang berbatasan langsung dengan Desa Karangmangu.
Dengan disaksikan warga, akhirnya Eyang Raksagati berhasil mengalahkan harimau tersebut. Ketika dalam kondisi kritis akibat serangan Eyang Raksagati, tiba-tiba harimau tersebut berubah wujud kembali menjadi sosok yang bernama Haji.
BACA JUGA:5 Destinasi Tempat Wisata Anak di Ciwidey untuk Habiskan Liburan Akhir Pekan
Dengan ketinggian ilmu yang dimiliki Eyang Raksagati, badan Haji sebagian mampu dimasukan ke dalam bumi. Lama kelamaan Haji pun menyerah.
Karena luka akibat dibenamkan dalam bumi, akhirnya Haji meninggal. Namun sebelum meninggal, dia sempat mengeluarkan “supata” atau sumpah serapah.
Sumpah serapah itu berisi: “Siapapun orang yang termasuk keturunan Nanggerang, tidak akan ada yang bisa jadi haji. Jika ada yang berani berangkat menunaikan ibadah haji, maka orang tersebut akan meninggal di Mekah”.
Sumpah serapah itu sempat menghantui masyarakat Nanggerang selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Tidak ada warga desa ini yang berani berangkat beribadah haji.
Tapi mitos ini sekarang sudah pudar. Sebab pada 1990-an ternyata ada warga Nanggerang yang berani berangkat ibadah haji dan pulang dengan selamat. Sejak itulah akhirnya warga yang lain pun menyusul berani berangkat haji.
Lokasi di mana sosok bernama Haji ini meninggal, sampai sekarang dikenal dengan nama Huru. Nama tersebut dikaitkan dengan kejadian huru-hara yang pernah terjadi tempat tersebut.