Selain itu, pengambilan topik mengenai unsur kontrol sosial pada dongeng Si Wulung ini pun karena adanya keistimewaan-keistimewaan kuda itu. Tentu hal tersebut merujuk pada perilaku yang baik dan buruk dilakukan di lingkungan masyarakat.
Dalam cerita lisan, Si Wulung memberikan contoh yang baik dalam banyak hal. Bahkan kebaikannya tersebut tercermin dengan keistimewaannya yang berbeda dari kuda-kuda pada umumnya.
Seperti diketahui, bagi masyarakat Sumedang, tidak asing dengan kesenian Kuda Rengong. Mulanya, seni ini ditujukan untuk ritual sesajen, sekarang justru menjadi tradisi hiburan saat sunatan anak.
Kesenian ini memiliki daya tarik tersendiri bagi penontonnya. Pertunjukan kesenian tersebut biasanya menampilkan kuda yang menari. Juga ada pertunjukkan silat dengan diiringi musik tradisional.
BACA JUGA:4 Tanda Kucing Peliharaan Sedih yang Perlu Kamu Ketahui, Beserta Penyebabnya!
Kuda yang digunakan untuk kesenian tersebut, bukan sembarangan. Kuda itu sudah dilatih sedemikian rupa agar bisa menari, silat, dan berdiri.
Kuda Renggong merupakan kesenian yang pertama kali diciptakan oleh keadipatian Sumedang pada tahun 1910.
Pada awalnya, kesenian ini ditujukan untuk pemenuhan spiritual masyarakat. Bentuknya berupa ritual mempersembahkan kepada sang penciptanya.
Selain itu, kesenian ini juga merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan pada saat ritual sunatan anak. Hingga sekarang tradisi ini masih lestari. (*)