Kakeknya meninggalkan Keraton Kasepuhan beserta 3 orang adiknya yakni Pangeran Jayawikarta, Pangeran Arya Kidul dan Pengeran Arya Kulon karena alasan tertentu.
Oleh karenanya Pangeran Suryanegara II berencana membangun keraton di bekas Keraton Mertasinga, bekas Kerajaan Singapura.
Tapi karena Sultan Kanoman melarang untuk meneruskan pembangunan keraton dimaksud, akhirnya di tempat tersebut hanya dijadikan basis perlawanan kepada Belanda.
Ayahnya Pangeran Adiredja Martakusumah yakni Pangeran Lubang Suryakusuma juga meninggal secara menyedihkan dengan tubuh berlubang-lubang. Karena itu dia dikenal dengan sebutan Pangeran Lubang.
BACA JUGA:Cerita Lutung Kasarung Berasal dari Kuningan? Ada 2 Tempat yang Identik, Palutungan dan Ini...
Jadi kepergian ke Cilimus dengan membawa kepedihan dan rasa kecewa yang terpendam di hati Pangeran Adiredja Martakusumah atau Ki Sacawana.
Beberapa waktu kemudian, Sang Pangeran mulai melakukan pembangkangan terhadap pihak Cirebon. Apalagi pada saat itu Cirebon cenderung memihak kepada Belanda.
Dengan cara rahasia, mulailah pengeran ini melakukan pembangkangan. Baginya pembangkangan kepada Kesultanan Kasepuhan pada hakekatnya adalah pemberontakan kepada penjajah Belanda.
Diceritakan, banyak anak buahnya yang menyamar jadi pedagang bila bertemu dengan Serdadu Belanda yang sedang lengah. Mereka membunuh serdadu itu hanya dengan alat sederhana, semisal ditusuk dengan garpu makan.
Seperti diketahui, Ki Sacawana seorang “jadug” yang sakti mandraguna. Konon dia tidak bisa mati selama tubuhnya menyentuh tanah, kendati tubuhnya itu sudah terpotong-potong. Salah satunya karena Sang Pangeran memiliki ilmu bernama Ajian Rawe Rontek.
Dikisahkan, dalam melaksanakan aksinya Ki Sacawana suka menghentikan dan menyamun para utusan penguasa dari wilayah kidul. Saat itu, penguasa dari kidul seperti dari Ciamis dan Tasikmalaya masih mengakui kedaulatan Keraton Cirebon.
Ki Sacawana dan para pengikutnya bertindak ala Robinhood. Hasil rampasannya tersebut selanjutnya dibagi-bagikan kepada rakyat, utamanya kepada rakyat yang miskin.
Meskipun mereka menyamun, tapi Ki Sacawana dan pengikutnya bukanlah perampok sungguh-sungguh. Mereka tidak pernah menyamun para pedagang atau saudagar yang lewat di wilayah operasi mereka. Jadi yang dirampok hanyalah barang-barang upeti untuk raja Cirebon.
Tempat yang biasanya Ki Sacawana beserta pengikutnya menyamun barang-barang upeti tersebut, kini dikenal dengan nama Ciloklok. Nama itu mengandung arti “ditelan bulat-bulat”.