“Penanaman dilakukan di bawah tegakan pinus. Kami tidak hanya memanfaatkan HHBK, tetapi mengembalikan Ciremai ke habitat aslinya sebagai kawasan tanaman endemik,” tuturnya.
BACA JUGA:Reses DPR RI di Kuningan Berujung Haru, H Rokhmat Ardiyan Serahkan Ambulans untuk Graha Berdaya
Aen optimistis dampaknya akan terasa dalam jangka menengah.
“Target kami, 10 tahun ke depan Blok 10 kembali dipenuhi pohon endemik. Lereng yang hari ini didominasi pinus akan lebih beragam, lebih kuat menahan air, dan lebih stabil,” ucapnya.
Paguyuban Silihwangi Majakuning saat ini membawahi 14 KTH di Kabupaten Kuningan. Aktivitas mereka mencakup pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan lestari.
“Kami peduli dan mencintai alam. Hutan harus dijaga agar tetap lestari. Hutan hijau, masyarakat sejahtera, leuweung hejo, masyarakat ngejo,” kata Aen.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah RS Citra Ibu Kuningan yang Bakal Jadi Politeknik Kesehatan
BACA JUGA:Disewa 5 Tahun, Eks RS Citra Ibu Kuningan Jadi Poltekkes
Keterlibatan masyarakat desa penyangga terbukti krusial. Anggota KTH beraktivitas harian di kawasan, sehingga efektif mencegah kebakaran hutan saat kemarau dan menutup ruang pembalakan liar.
“Kami menjadi mata dan telinga Pemerintah di lapangan. Aktivitas keluar-masuk kawasan bisa terpantau, informasi cepat sampai ke petugas berwenang,” jelas Aen.
Blok 10 dikenal sebagai kantong serapan air yang mengaliri sejumlah desa di Kecamatan Darma.
Pemulihan vegetasi endemik di kawasan ini menjadi investasi ekologis untuk mencegah kekeringan, banjir, dan longsor.
BACA JUGA:Eks RS Citra Ibu Kuningan Jadi Sekolah Kesehatan
BACA JUGA:Jadwal Pelantikan PPPK Paruh Waktu di Kabupaten Kuningan, CATAT!
Kolaborasi Balai TNGC dengan Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning menunjukkan pelestarian paling efektif lahir dari keterlibatan warga lokal dari akar desa penyangga, Ciremai dijaga untuk generasi selanjutnya. (Bubud Sihabudin)