Sering Bolos, Naik Kelas Asalkan Pindah Sekolah

Sering Bolos, Naik Kelas Asalkan Pindah Sekolah

KUNINGAN – Semula tidak naik kelas, seorang siswa SMAN 1 Cidahu kelas XI IPS 3 akhirnya bisa naik kelas. Namun syaratnya harus pindah sekolah. Pihak sekolah mengambil keputusan itu setelah bermusyawarah dengan orang tua siswa. “Siswa yang berinisial AFMK itu sering bolos,” ungkap Kepala SMAN 1 Cidahu Beny Gartika melalui Wakasek Kesiswaan Asep Saepuloh, saat dikonfirmasi Radar Kuningan via telepon selulernya, Rabu (5/8). Asep terlebih dulu membeberkan kronologi pertimbangan pihak sekolah tidak menaikkan kelas siswa tersebut. Menurutnya, AFMK sudah mempunyai gelagat kurang baik sejak SMP. Saat sekolah di SMPN 1 Cidahu, AFMK pun sering bolos. Bahkan diketahui ikut-ikutan tawuran, sehingga akhirnya dikeluarkan dari SMPN Cidahu dan pindah ke MTs GUPPI Cidahu. “Dengan berbagai pertimbangan guru-guru di MTs GUPPI ini, akhirnya dia lulus dan mendaftar ke SMAN 1 Cidahu. Ternyata dari sejak semester 1 saja dia sudah mempunyai gelagat tidak baik, jarang hadir, sering masuk tapi keluar, tidak mengikuti pelajaran. Kemudian semester 2 juga ternyata sama, gak ada perubahan,” jelas Asep. Ternyata, kata Asep, saat kelas X (kelas 1 SMA) yang seperti AFMK itu ada 4 orang, mereka jarang masuk. Akhirnya pihak sekolah bermusyawarah untuk berupaya membujuk keempat siswa ini, termasuk AFMK untuk masuk sekolah. Upaya tersebut dilakukan dengan cara beberapa kali mendatangi rumah siswa yang bersangkutan, terdiri dari wali kelas, guru BP dan beberapa guru lainnya. “Kita kunjungan ke rumahnya, home visit, kita intens. Terus puncaknya pada waktu kenaikan kelas dari kelas X mau naik ke kelas XI, yang 4 siswa ini dinaikkan bersyarat, ada masa peninjauan khusus, termasuk AFMK. Nah yang 3 siswa ini berubah jadi rajin sekolahnya, tapi AFMK ini terus seperti itu, tidak ada perubahan, bahkan sering melanggar tatib,” terangnya. Kendati demikian, upaya membujuk AFMK oleh pihak sekolah belum surut sampai di situ. Menurutnya, pihak SMAN 1 Cidahu terus mencoba memotivasi AFMK agar bisa berubah sikap. Asep bahkan menceritakan saking AFMK jarang memakai kaos kaki, sehingga sebagai Wakasek Kesiswaan, Asep pun dengan ikhlas membelikan kaus kaki untuk AMFK. “Saya kan bagian kesiswaan, itu di gerbang dia tidak pakai kaos kaki, saya beliin. Cuma tiga hari empat hari gak pakai lagi,” ujarnya. Puncaknya, kata Asep, sebelum pandemi Covid-19, sekitar Januari 2020 sekolah masuk, AFMK sempat masuk sekolah, namun hanya 2 hari. Akhirnya AFMK tidak masuk sekolah sampai kurang lebih 10 hari tanpa alasan. Asep mengkonfirmasi soal AFMK kepada wali kelasnya lewat WA. Saat wali kelas mengkonfirmasi kepada orang tua AFMK, ada alasan yang bersangkutan sakit. Akhirnya, pihak sekolah pun menjenguk ke rumah AFMK, terdiri dari Asep bersama wali kelas, BPBK dan guru. “Ternyata di rumahnya itu dia tidak sakit, dia lagi menjemur pakaian di depan. Saya tanya dia, kenapa gak sekolah, saya tanya juga ke ibunya, jawabnya sudah disuruh sekolah tapi dia tidak mau. Enteng jawabannya. Akhirnya saya komunikasi dengan ibunya, dengan AFMK sendiri, bahkan ada rekamannya, saya rekam pembicaraan itu. Sekolah memberi kesempatan lagi ke AFMK untuk masuk sekolah, ada kebijaksanaan,” terang Asep. Dijelaskan Asep, pihak sekolah sudah berupaya keras agar AFMK bisa kembali masuk sekolah dengan mengubah sikap. Namun upaya tersebut sama sekali tidak berhasil, karena AFMK ternyata hanya beberapa hari saja masuk sekolah (Januari sebelum Covid-19). “Kayaknya motivasi sekolah dari anaknya itu sudah tidak ada, dia males. Tas juga disimpan di sekolah, ada di saya. Tas, buku, topi, dasi. Dia berangkat dari rumah mungkin cuma membawa pakaian yang ada di badan, nyampe ke sekolah juga enggak. Kadang-kadang sudah nyampe sekolah hilang lagi, enteng saja,” tutur Asep. “Harus bagaimana kita, sudah melakukan berbagai cara. Kita sudah mengelus-elus istilahnya ya, kasihan orang tua, itu kan pengen sekolah. Anaknya sih kelihatannya diem,” imbuhnya. Hal itulah, kata Asep, yang menjadi pertimbangan pihak sekolah tidak menaikkan kelas AFMK. Ditambah lagi persoalan nilai, karena AFMK masuk sekolah hanya 2 hari hingga kemudian ada pandemi Covid-19. “Kelas X dan XI ada UKK (Ujian Kenaikan Kelas), kalau kelas XII tidak ada karena soal dari pusat, tidak ada UN pun lulus. Nah, kalau kelas X dan XI itu ada UKK, soalnya dari Bapak Ibu guru lewat daring. Dia ada beberapa mata pelajaran yang tidak ikut, mungkin 80 persen dia tidak mengikuti. Jadi, mau nilainya dari mana, sehari-hari tidak ada, nilai UKK tidak ada,” sebut Asep. Atas nama pihak SMAN 1 Cidahu, Asep berharap hal ini tidak terjadi lagi di sekolahnya, termasuk di sekolah lain. Karena menurutnya, anak belajar itu tidak hanya kewajiban sekolah, selebihnya itu kewajiban orang tua. “Kami tidak bisa membina semuanya, ada orang tua di rumah. Ini harus ada kerja sama. Jadi keputusannya AMFK ini naik kelas, tapi pindah sekolah. Kan ada SMA terbuka tuh, itu kan bisa. Kita sudah berupaya agar siswa berkelakuan baik, selebihnya menjadi tanggung jawab orang tua di rumah,” pungkas Asep. Terpisah, Yeni Yuliani selaku orang tua siswa AFMK, mengungkapkan beberapa hari lalu dirinya telah bermusyawarah dengan pihak SMAN 1 Cidahu terkait sang anak AFMK. Ia pun menjelaskan pihak sekolah akhirnya memutuskan AFMK naik kelas dari kelas XI ke kelas XII namun harus pindah sekolah. “Saya lagi cari sekolah untuk bisa menerima anak saya, setelah itu pindah ke sekolah yang baru. Alhamdulillah anaknya dibujuk oleh keluarga, akhirnya mau sekolah lagi. Tadinya saya takut kalau sampai dia tidak mau meneruskan sekolahnya. Insya Allah mudah-mudahan dia bisa sekolah lagi seperti biasanya,” ungkap Yeni. Sebagai seorang ibu dan ia mengatakan pasti sama dengan ibu-ibu lainnya, pastinya berharap agar anak bisa sekolah seperti yang seharusnya. Ia juga berharap dengan kejadian tersebut anak-anak tetap bisa meraih masa depannya, terlepas si anak itu nakal, bodoh atau juga yang pintar dan rajin. “Intinya mereka adalah penerus bangsa yang pastinya selalu butuh bimbingan orang tua untuk bisa meraih masa depannya. Ada masanya nanti, dan itu pasti, karena setiap orang pernah melewati masa-masa seperti ini. Jika hak dan kewajibannya terpenuhi, akan ada nilai yang mereka bisa banggakan untuk kesuksesannya nanti. Insya Allah, karena guru yang paling berharga adalah pengalaman,” tutur Yeni. Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kuningan Tresnadi, menjelaskan pihaknya sudah mengklarifikasi kepada pihak sekolah terkait persoalan tersebut. Bahkan Kepala SMAN 1 Cidahu didampingi Wakasek Kesiswaan dan beberapa guru, datang langsung ke gedung DPRD untuk mengklarifikasi persoalan tersebut kepada pihak Komisi IV. “Iya sudah ada klarifikasi dari pihak sekolah. Pihak sekolah sudah berupaya keras agar siswa ini (AFMK, red) bisa merubah sikapnya untuk bersekolah. Keputusannya kalau siswa ini mau tetap sekolah di SMAN 1 Cidahu, ya harus mengikuti aturan sekolah,” kata Tresnadi, seraya menjelaskan kembali apa yang sudah dibeberkan Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Cidahu, Asep Saepuloh. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: