Tolak PPN Sembako dan Sekolah
KUNINGAN – Anggota DPR RI dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin menolak keras wacana pemerintah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan hingga sembako. Bahkan pemerintah pusat diminta untuk menyudahi wacana itu agar tidak betul-betul direalisasi.
“Kalau kita sudah bersikap, masa sembako kena pajak lah. Jangankan kita yang di partai, masyarakat umum saja bertanya masa beras saja kena pajak,” kata Yanuar kepada awak media, kemarin (14/6).
Oleh sebab itu, Ia meminta agar wacana kaitan dengan PPN yang dibebankan pada jasa pendidikan hingga sembako disudahi. Sebab membangun opini tidak baik di masyarakat.
“Jadi stop saja isu itu, hentikan lah. Karena ini kontra produktif, sebab membangun psikologi tidak baik di lingkungan publik secara luas, masa sembako kena pajak,” tandasnya.
Dia mengkritisi, jika pemerintah tidak lagi memiliki kreativitas dalam mendongkrak pendapatan negara, apabila wacana itu betul-betul diterapkan.
“Itu menunjukkan bahwa kreativitas kita sebagai negara sebagai pemerintah, kreativitasnya tidak muncul untuk menarik pendapatan. Memang sudah tidak ada lagi tempat lain agar kita mendapat pendapatan negara, saya kira ini harus mempertimbangkan aspek psikologis publiknya dan aspek kemanfaatan, seperti tidak ada tempat lain saja untuk kita meningkatkan peluang pendapatan negara, itu kan namanya berpikir jalan buntu,” bebernya.
Secara tegas, lanjutnya, Fraksi PKB DPR RI menolak wacana pemerintah memungut PPN pada jasa pendidikan hingga sembako. Sebab alasan cukup sederhana, potensi pajak itu masih banyak apabila digali secara serius.
“Jelas potensi pajak itu masih banyak, kenapa tidak digali itu. Secara psikologi dan secara kebatinan publik, itu seperti orang sedang tidur tapi dibangunkan dengan cara kasar. Pasti siapapun ngamuk lah, ini jangan-jangan ada kesempatan yang ingin memanfaatkan situasi ini, jadi wallahualam bishawab ini mau 2024 masalahnya, jadi kadang orang berpikirnya gak waras,” sindirnya.
Kendati masuk bagian dari kabinet Presiden Jokowi, Ia mengaku, apabila hal itu hanya sekadar koalisi di pemerintahan. “Kalau item, isu, case per kasus itu kita banyak berbeda. Ya misal soal UU Pesantren, yang lain nolak, kita sih terus saja maju. Koalisi yang lain menyetujui itu belum tentu loh, tapi kita habis-habisan kemarin sampai akhirnya gol UU Pesantren,” imbuhnya.
Sehingga menurutnya, apabila urusan soal kebijakan itu harus dilihat kasus per kasusnya. Jadi tidak bisa secara general. “Kalau secara platform politiknya, ya kita dukung Pak Jokowi. Platform politiknya iya, tapi pas turunan policy kebijakan kita lihat satu-satu. Karena intinya kan kemaslahatan bersama untuk rakyat,” pungkasnya.(ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: