Pernah Jadi Perwira Militer di Papua, Enam Tahun Jadi Camat Sindangagung

Pernah Jadi Perwira Militer di Papua, Enam Tahun Jadi Camat Sindangagung

Nama lengkapnya Raden Imam Reapdiantoro Ssos MSi. Pria kelahiran 5 September 1969 tersebut dipercaya oleh Bupati H Acep Purnama menjadi Camat Sindangagung. Sebelum berkarir sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Imam pernah menjadi anggota militer dengan pangkat Letnan Dua (Letda) dan bertugas di Irian Jaya (sekarang Papua, red) di dekade 90 tahunan.

AGUS PANTHER, Sindangagung

Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi namun berisi. Kulitnya kuning langsat dan masih ada keturunan darah bangsawan. Di depan namanya, tertulis Raden. Itu menunjukkan bahwa Raden Imam Reapdiantoro setidaknya ada trah keturunan kerajaan. Dan ternyata memang Imam masih keturunan dari Kesunanan Surakarta Hadiningrat, Solo, Jawa Tengah. Kedua orang tuanya berasal dari Kesunanan Solo. Dia sendiri lahir di Bandung lantaran kedua orang tuanya merantau ke Ibukota Jawa Barat tersebut. 

Imam -panggilan akrabnya- mengaku jika dirinya masih memiliki garis keturunan Kesunanan Surakarta Hadiningrat dari orang tuanya. Meski mempunyai darah bangsawan, Imam mengatakan kalau dirinya tidak terlalu memikirkannya. “Itu kan garis dari orang tua. Saya sendiri merasa sebagai orang biasa-biasa saja karena sehari-hari bergaul dengan masyarakat. Apalagi dari kecil hingga sekarang, saya tidak berada di lingkungan Kesunanan. Sehingga saya merasa biasa-biasa saja meski di depan nama saya ada tulisan Raden,” ujar Imam.

Dia lalu menceritakan perjalanan karirnya sebelum menjadi PNS di Pemkab Kuningan. Imam mengatakan, jika dirinya merupakan lulusan angkatan pertama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri atau STPDN. Dia lulus tahun 1992 dan harus menjalani Wajib Militer (Wamil). Bak anggota TNI, Imam harus menjalani latihan militer bersama rekan-rekan satu angkatannya sebelum ditempatkan di Irian Jaya. Usai mengikuti pelatihan, Imam lantas ditempatkan di Irian Jaya dengan pangkat Letda.

Selama setahun, Imam berdinas di militer sebelum akhirnya Mendagri saat itu, Yogi S Memet memanggil pulang seluruh lulusan STPDN yang menjalani Wamil. Padahal Imam sangat berminat meneruskan karirnya di militer. Namun karena ada perintah dari Mendagri bahwa semua Wamil STPDN harus kembali ke Jakarta, maka dia pun mematuhi perintah tersebut.

“Jika saat itu tidak ada perintah untuk pulang dari Pak Mandagri dan tetap di militer, mungkin pangkat saya sudah Brigadir Jenderal. Saya dan alumni STPDN angkatan pertama adalah Wamil pertama dan terakhir. Sebab, tidak ada lagi lulusan STPDN yang harus ikut wajib militer,” katanya.  

Imam kemudian dikirim ke Kabupaten Kuningan untuk mengabdi di pemkab. Setelah dua tahun menjadi staf, dia diangkat menjadi MMP Kecamatan Garawangi di tahun 1994. Karirnya terus berkembang dengan memegang sejumlah jabatan. Dua tahun berikutnya, dia dialihkan menjadi MPP Kecamatan Ciawigebang. Karirnya terus meningkat. Imam ditunjuk sebagai Sekretaris Wilayah Kecamatan (Sekwilmat) Mandirancan di tahun 2001. “Di tahun 2004, saya menjabat Sekwilmat Kecamatan Sindangagung. Selang setahun tepatnya 2005, dipercaya untuk menduduki jabatan Kepala Sub Bidang Pemerintahan Desa pada Badan Pengawas Daerah (sekarang Inspektorat, red). Dan di tahun 2008 diangkat menjadi Kabid Program di Dinas Pendapatan,” papar Imam.

Setelah berkecimpung di dinas, Imam akhirnya dipercaya Bupati H Aang Hamid Suganda menjadi Camat Selajambe di tahun 2011. Empat tahun kemudian atau di tahun 2015, dirinya dialihkan menjadi Camat Karangkacana. Jabatan ini diembannya selama setahun dan dirotasi menjadi Camat Sindangagung tahun 2016 hingga sekarang.

“Saya diangkat menjadi Camat Sindangagung tahun 2016, dan itu berarti hampir 6 tahun. Mungkin saya jadi camat Sindangagung terlama. Kalau tahun depan tidak pindah, saya memecahkan rekor sebagai camat terlama di satu kecamatan,” ungkapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: