Mereka tampak pasrah dan tunduk kepada Kumpeni. Sementara rakyat hanya bisa pasrah menerima keadaan itu.
Suasana kehidupan yang demikian sulit itu berlangsung selama tiga generasi.
BACA JUGA:Pelaku Pengrusakan Kantor Desa Ciwiru Diamankan, Kerap Berbuat Onar
"Menurut cerita buyut saya, zaman itu memang serba susah," tutur Abah Yatna, warga Desa Linggasana, Cilimus, Kuningan meceritakan keadaan waktu itu.
Dalam keadaan serba susah tersebut, tiba-tiba Nyi Pelet dan para pengikutnya kembali muncul.
Tidak ada cerita yang mengisahkan, kemunculan Nyi Pelet bersama para pengikutnya datang lagi dan meneror masyarakat setempat.
Kemunculan kembali Nyi Pelet menambah keruh suasana masyarakat yang tengah dirongrong Kumpeni.
Setiap malam, bila ada jejaka yang pergi ke luar desa maka tak pernah kembali. Warga menduga mereka diculik untuk jadi tumbal Nyi Pelet.
Saat bulan purnama, korban jejaka semakin banyak. Warga sering menemukan mayat korban Nyi Pelet di jalan, jurang, kebun dan hutan dalam keadaan mengenaskan.
BACA JUGA:Anak Aniaya Ibu Kandung di Cirebon, Positif Konsumsi Obat Terlarang
Jenazah para bujangan naas itu bersimbah darah. Bahkan terkadang hilang beberapa organ tubuhnya.
Dalam keadaan yang mencekam tersebut, kemudian muncul seorang pendekar dari negeri Parahyangan yang beranama Sanjaya.
Kedatangan Sanjaya ke wilayah Kuningan itu, memiliki satu misi, yakni menumpas Nyi Pelet.
Suatu malam, Sanjaya memergoki Nyi Pelet sedang mengincar mangsa yang tak jauh dari sebuah situs di wilayah Lingga.
Pertarungan adu kesaktian antara Sanjaya Nyi Pelet tidak bisa dihindari.
BACA JUGA:Qurban Dulu atau Aqiqah? Berikut Penjelasan Buya Yahya