JAKARTA, RADARKUNINGAN.COM - Menara Saidah miring berapa derajat? Pertanyaan tersebut sempat mengemuka di tengah isu gedung pencakar langit yang mangkrak sejak tahun 2007 itu.
Salah satu sumber menjawab terkait pertanyaan Menara Saidah miring berapat derajat yakni sekitar 0,03, tetapi tidak mendasarkan pernyataan tersebut pada hasil penelitian yang ilmiah.
Isu mengenai Menara Saidah miring memang hangat kembali diperbincangkan termasuk soal keangkeran dari gedung yang sudah ditinggalkan selama 16 tahun tersebut.
Padahal, awalnya gedung tersebut baik-baik saja sejak dibangun tahun 1995 dan resmi dipergunakan tahun 1997.
BACA JUGA:Menarah Saidah Miring dan Angker, Begini Hasil Penelitian, Oh Ternyata
Bahkan sempat dilakukan renovasi besar-besaran sehingga mengubah jumlah lantai dari 18 menjadi 28 lantai pada gedung dengan tinggi 94 meter di Jl MT Haryono, Jakarta Selatan itu.
Kemudian isu Menara Saidah miring juga dikaitkan dengan penurunan permukaan tanah di Jakarta yang berkisar antara 1 sampai 28 centimeter berdasarkan metode pengukuran yang berbeda-beda.
Dilansir dari Riset Geologi dan Pertambangan: Indonesia Journal of Geology and Mining yang diterbitkan LIPI berjudul Land subsidence hazard in Indonesia: Present research and challenges ahead, diketahui rata-rata penurunan permukaan tanah Jakarta.
Menggunakan metode leveling dengan periode monitoring pada 1982 - 1991 rata-rata penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta adalah 1-9 centimeter.
Kemudian di tahun 1991 sampai dengan 1997 penurunan permukaan tanah mencapai 1-5 centimeter dan pada periode 1982 sampai 1997 penurunan permukaan tanah di Cengkareng mencapai 3-8 centimeter.
Pengukuran dengan metode GPS pada periode monitoring 1997 sampai 2000 diketahui penurunan permukaan tanah Jakarta mencapai 1-20 centimeter dan 2001 sampai dengan 2010 penurunannya 1-28 centimeter.
Menara Saidah Miring Berapa Derajat?
Pada jurnal dengan judul: The investigation on high-rise building tilting from the issue of land subsidence in Jakarta City lebih spesifik melakukan pengukuran kemiringan tersebut.
Makalah tersebut dibuat Heri Andreas, Hasanuddin Zainal Abidin, Dina Anggreni Sarsito and Dhota Pradipta.