KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM- Menjaga toleransi itu diawali dengan menjaga kesadaran sebagai manusia yang harus bisa saling menjaga hati, menghormati dan mencintai sesama.
Pendapat ini disampaikan Juwita Djatikusumah, Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan.
BACA JUGA:Ubi Jalar Kuningan Ternyata Sudah Tembus Pasar Jepang dan Korea, Termasuk Boled dari Gunung Ciremai
Wanita yang akrab disapa Ibu Ratu itu memaparkannya kepada www.radarkuningan.com di salah satu gedung di Paseban, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.
Menurut Ibu Ratu, apapun bentuk perbedaan keyakinan, tidak harus menjadi permasalahan.
Apalagi mengenai konteks keyakinan beragama. Itu sangat personal.
"Kita tidak berhak juga, untuk masuk kedalam ruang privat keyakinan orang lain. Sekalipun saudara kita. Ya di Cigugur itu kami semua memiliki prinsip. Bahwa hidup itu tidak mencari satu pengakuan, tapi membangun satu pengertian," jelas Ibu Ratu.
BACA JUGA:Jangan Terlewat, Oleh-oleh Khas Kuningan Ini Wajib Dibawa Pulang
Banyak orang yang memiliki pengakuan yang sama tapi masih terjadi konflik.
Tapi kalaupun misalnya tidak satu pengakuan, tapi satu pengertian.
Kehidupan itu bisa berjalan dengan toleransi dan damai, karena saling pengertian.
"Dan satu contoh di masyarakat Cigugur, tidak usah jauh. Dalam keluarga kami 8 bersaudara. Orang tua kami seorang tokoh sunda wiwitan. Dari 8 bersaudara itu, kakak pertama saya seorang pendeta. ke-2 penganut katolik, ke-3 muslim, ke-4 sunda wiwitan, ke-5 katolik, dan saya ke-6 dengan dua adik saya sebagai penganut sunda wiwitan," terang Ibu Ratu.
BACA JUGA:Kampung Halaman Leluhur 'Bobotoh Cantik' Ini Ternyata Sentra Produksi Boled, Tembus Pasar Singapura
Sikap toleran juga dipraktikan dan dijunjung tinggi dalam keluarganya.
Ibu Ratu mencontohkan ketika anaknya akan membuat kartu identitas diri atau KTP, diwajibkan menulis agama yang dianut dalam kolom agama.