Dia keluar dari Keraton Kasepuhan karena ketidaksesuaian paham dengan Sultan Sepuh pengganti kakaknya. Selanjutnya memilih tinggal di Mertasinga. Dulunya tempat itu merupakan ibukota Kerajaan Singapura, sebelum era Kesultanan Cirebon berdiri.
Pada masa itu, telah lahir seorang putra dari ibu Nyi Mas Sri Murti Wulandari dan ayah bernama Pangeran Lubang Suryakusuma. Dia anak dari Pangeran Suryanegara II dari istri Ratu Pinangsih Sitoresmi atau Siti Khadijah binti Ki Kriyan.
Bayi tersebut bernama Pangeran Adiredja Martakusumah. Bayi itu lahir pada hari Jumat Legi tanggal 8 November 1811 di Mertasinga. Lokasinya 5 km utara kompleks Pemakaman Gunung Sembung.
BACA JUGA:5 Tempat Wisata Viral di Kuningan, Ada Joglo dengan Vibes Jepang di Ketinggian 1100 Mdpl
Sejak usia remaja, Pangeran Adiredja Martakusumah senang menuntut ilmu. Utamanya ilmu kedigjayaan. Dia bisa menguasai ilmu kesaktian yang pada masa itu dianggap sangat tinggi. Yakni, ilmu Rawe Rontek.
Namun sejak kecil Pangeran Adiredja Martakusumah pun sudah mendapat gemblengan ilmu lahir dan ilmu batin dari ayahnya. Disamping belajar ilmu agama, dia digembleng fisiknya dengan ilmu silat oleh ayahnya.
Menjelang masa remaja, pangeran muda tersebut berguru pada seorang mantan pendekar sakti. Pendekat itu mengasingkan diri di pinggiran kota raja. Mungkin sekarabf di sekitaran Kota Sumber.
Pangeran muda tersebut akhirnya bisa mengabdi di Keraton Kasepuhan. Tentu atas jasa seorang petinggi Keraton Kasepuhan yang disegani. Yakni Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman.
Jadi meskipun dia putera dan cucu seorang pemberontak, juga berkat jasa sang pengageng tadi, sang pangeran memang masih kerabat dekat keraton.
Pada usia 36 tahun atau tepatnya tahun 1847, Pangeran Adiredja Martakusumah mendapat tugas dari Keraton Kasepuhan. Atas usul dan dukungan Pengageng Keraton yang disegani tadi, untuk mengelola pemukiman baru.
Pemukiman itu berada di padukuhan di wilayah kidul atau selatan. Pemukiman itu mulai berkembang.
Di padukuhan itu banyak pohon mangga limus. Yang pada akhirnya padukuhan itu bernama Pakuwon Cilimus. Sekarang berubah menjadi Desa Cilimus.
Pengageng Keraton Kasepuhan tersebut mengutus keturunan Sultan Sepuh IV tadi. Tujuannya untuk mengantisipasi bila ancaman Belanda benar-benar dilaksanakan.
Yakni, Belanda akan mengebom Keraton Kasepuhan. Sabagai mana nasib Keraton Banten yang dibumihanguskan Belanda akibat pemberontakan Sultan Banten.