Mengapa Sekarang Tidak Ada Orang Tionghoa Tinggal di Cilimus? Apa Terkait Peristiwa Berdarah 'Gedoran China'?

Sabtu 10-02-2024,05:19 WIB
Reporter : Agus Sugiarto
Editor : Yuda Sanjaya

Tedi juga mengungkapkan, dari tahun 1928 hingga 1932 Indonesia mengalami depresi besar. Hal tersebut menyebabkan banyak pengangguran dan menurunnya ekonomi. 

Di Cirebon, Peter rupanya menjadi anak yang cerdas. Dia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sekolah Belanda dengan baik. Setelah itu kemudian pergi ke Solo dan Jogjakarta untuk studi Guru Bahasa Belanda dan belajar di Sekolah Teologi. 

Peter meninggalkan sekolah untuk kembali ke Cilimus. Ketika Jepang datang, keluarga Peter pindah ke Kadugede, Kuningan.

BACA JUGA:Kisah Masa Lalu Masyarakat Tionghoa di Cilimus Kuningan, Akibat Wabah Disentri, Setiap Hari 1 Orang Meninggal

Sekolahnya tidak dituntaskan, karena semua pemuda saat itu diwajibkan ikut menjadi tentara sukarelawan Jepang. Peter pun ikut serta. Dia dilatih sebagai Keibotai di Linggarjati di bawah komando Jenderal Watanabe. 

Pada 10 Maret 1946, Peter melangsungkan pernikahannya dengan Elizabet TH Tan. Dari pernikahan tersebut dikarunia anak pertama, Abram Sun Hok Djien yang lahir di Kabupaten Kuningan pada 6 Desember 1946. 

Nah, sekitar Juni 1946, kekerasan terhadap etnis Tionghoa terjadi di Tangerang. Tepatnya di Rajeg, Gandu, Balaraja, Cikupa, dan Mauk. Peter mendengar kabar tersebut dan berpikir untuk pindah dari Kuningan.

Peter dan istri mengunjungi saudara-saudaranya di Cilimus, Jalaksana, Kadugede, Ancaran dan Lengkong sesaat setelah menikah. Mereka mendapatkan 1500 rupiah dari keluarga-keluarganya itu.

BACA JUGA:Bisakah Kucing Mengusir Ular? Simak 3 Alasan Kenapa Kucing Bisa Mengusir Ular Berikut ini!

Uang tersebut dijadikannya sebagai modal untuk membuka usaha pembuatan minyak rambut yang dijual di toko kecilnya. Namun, Kuningan tak berubah banyak pasca kemerdekaan. Itulah yang semakin menguatkan Peter untuk pindah. 

Akhirnya, Peter berpindah ke Cirebon dan tinggal di sekitar Jalan Kebon Cai. Dia membeli sebuah toko kecil di Pasar Balong seharga Rp 10.000. Tokonya itu menjual buku-buku bekas, obat-obatan, minyak rambut dan parfum serta lain-lainnya. 

Kehidupannya mulai berangsur tenang dan nyaman. Mereka cukup menikmati kehidupan barunya tersebut. 

Namun pada 20 Juli 1947, tentara Belanda membombardir Cirebon. Itu adalah agresi militer pertama Belanda pasca perundingan Linggajati.

BACA JUGA:Ternyata Ini 4 Manfaat Tersembunyi Tidur dengan Kucing Peliharaan, yang Masih Jarang Diketahui!

Bersamaan dengan itu, pada pukul 07.00 pagi, Peter keluar rumah dan terlihat olehnya tentara Belanda sedang berpatroli. 

Peter mendengar kabar bahwa di Cilimus ada kerusuhan. Sekitar lebih 46 orang warga Tionghoa meninggal dan rumah-rumah mereka dibakar. 

Kategori :