Mengapa Sekarang Tidak Ada Orang Tionghoa Tinggal di Cilimus? Apa Terkait Peristiwa Berdarah 'Gedoran China'?

Sabtu 10-02-2024,05:19 WIB
Reporter : Agus Sugiarto
Editor : Yuda Sanjaya

Ternyata kerusuhan bukan hanya di Cilimus. Sopir tentara Belanda mengatakan pada Peter bahwa pamannya, Gouw Tjiauw Seng dan keluarganya di Jatitujuh Majalengka juga dibunuh oleh para bandit. 

Begitu juga teman Peter, Jap Tiang Oen, menginfokan padanya kalau semua warga Tionghoa di Maja, juga dibunuh para bandit. Rumah rumah mereka dibakar.

BACA JUGA:Bukan Hama! Berikut 5 Manfaat Jika Kamu Memelihara Kucing Kampung

Dia sendiri selamat karena pergi ke Kadipaten sehari sebelum kerusuhan untuk berobat. Ketika itu, Peter berusia 29 tahun. 

Dia kemudian memutuskan ikut kendaraan tentara Belanda dari Cirebon menuju Kuningan. Peter pun sampai di Cilimus. Dia melihat ada 46 warga Tionghoa terbunuh. 

Tak hanya itu, dia juga melihat rumah-rumah yang dibakar. Banyak mayat tergeletak di tanah. Tidak ada Palang Merah yang membantu mereka. 

Teman Peter, Lie Pian Hong, terlihat sedang mencari saudaranya yang terbunuh di halaman belakang sebuah rumah yang terbakar.

BACA JUGA:Kenapa Kucing Sering Mencakar Kursi? Simak 3 Alasan dan Cara Mencegahnya Disini!

Dia menemukan mayatnya dekat sebuah sungai. Lie tak sempat menguburkannya, sampai kemudian mereka meninggalkannya untuk menyelamatkan diri. 

Setelah dari Cilimus, Peter kemudian turut serta pergi ke Cijoho, Kadugede, Ciawigebang, Luragung dan Lebakwangi. Truk-truk besar Belanda penuh dengan pengungsi dari wilayah tersebut untuk kemudian pergi ke Cirebon. 

Kerusuhan masal persis Agresi Belanda ke-1 tersebut biasa dikenal sebagai zaman “Gedoran China”. Peristiwa itulah kemungkinan besar yang mendasari pindahnya masyarakat Tionghoa dari Cilimus.

Paca kerusuhan, van der Linde, pendeta yang pernah ditugaskan di Cirebon pada 1930-1938 mendatanginya. Ketika itu, van der Linde adalah pendeta bagi tentara Belanda.

BACA JUGA:Puluhan Ribu pendukung Iwan Bule dan Prabowo-Gibran Padati Gelaran Sholawat Akbar 2 Cahaya Kemenangan

Pendeta itu mengajak Peter pergi ke Bandung dan Jakarta. Peter merasa itu kesempatan yang baik untuk menambah relasi dan mencari pekerjaan di sana. 

Hingga kemudian pada Januari 1948, Peter memulai kursus untuk menjadi guru. Kursus tersebut diorganisir oleh Menteri Pendidikan di Batavia. 

Peter sendiri belajar di Belanda dan diajar oleh guru Belanda. Peter menyelesaikan studinya selama 2 tahun. Kemudian mendapatkan pekerjaan di “the Nederlands Indische Handels Bank” dengan gaji 350 guilders per bulan. 

Kategori :