14 Titik di Luar TNGC Diusulkan Jadi Tahura

14 Titik di Luar TNGC Diusulkan Jadi Tahura

KUNINGAN–Hampir 8 bulan DPRD melakukan evaluasi keberadaan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) melalui Panitia Khusus (Pansus). Kini tugas Pansus pun sudah berakhir, dengan merekomendasikan 14 titik kawasan di luar hamparan TN untuk dijadikan Taman Hutan Raya (Tahura).

Hal itu disampaikan jajaran Pansus Evaluasi TNGC dalam Konferensi Pers di ruang Banggar DPRD Kuningan, Senin (28/12). Ketua Pansus Evaluasi TNGC Dede Sembada didampingi tiga anggotanya, H Yudi Budiana SH, Rany Febriani SS MHum dan M Apip Firmansyah SSy, menegaskan tugas Pansus Evaluasi TNGC sudah selesai.

Apa kewenangan DPRD sampai-sampai harus membentuk Pansus untuk mengevaluasi TNGC yang merupakan urusan instansi pusat? Ia beralasan kewenangan Pansus itu ada sesuai dengan ketentuan UU Nomor 41 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU 19/2004 tentang Kehutanan. Di pasal 60 disebutkan bahwa masyarakat dapat mengawasi penyelenggaraan kehutanan.

“Kami dari DPRD sudah barang tentu di UU 23/2014, DPRD adalah representasi dari perwakilan rakyat. Sehingga DPRD mempunyai kewenangan juga untuk melakukan evaluasi berkaitan dengan keberadaan BTNGC,” kata Dede, mengawali penjelasannya.

Adapun langkah-langkah yang sudah dilakukan Pansus, kata Dede, pihaknya sudah mengundang semua stakeholder yang berkaitan dengan masalah TNGC, baik yang pro maupun yang kontra. Semuanya itu telah didengar keterangan dan penjelasannya. Termasuk dari tim pakar hukum juga pakar kehutanan sosial yang didatangkan dari IPB.

“Para pakar ini kita datangkan juga dalam rangka pengayaan, agar hasil dari Pansus ini betul-betul bisa memuaskan semua pihak,” jelas Desem –sapaan akrabnya.

Dibentuknya Pansus tersebut, lanjut Desem, dilatarbelakangi adanya aspirasi yang disampaikan cukup lama oleh 22 desa, yakni sejak tahun 2013 silam. Setelah Pansus melakukan penelaahan dan penelitian melalui semua stakeholder tersebut, akhirnya ditemukan fakta-fakta lapangan oleh Pansus.

Fakta-fakta tersebut, di antaranya terkait kronologi lahirnya SK Menhut Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang perubahan fungsi kawasan Gunung Ciremai. SK tersebut menurutnya patut diduga terjadi cacat prosedural, dan hal ini pun sudah disampaikan langsung ke Kemenhut melalui Ditjen KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem).

“Ditjen KSDAE pada saat itu menyampaikan jangan masuk ke ranah itu dulu, agar lebih dulu dilakukan winwin solution,” ujarnya.

Untuk winwin solution tersebut, kata Desem, disepakati 14 titik di luar hamparan kawasan taman nasional ini agar dikeluarkan dari wilayah taman, untuk nanti diusulkan menjadi Tahura (Taman Hutan Raya). Termasuk juga di dalamnya ada satu Taman Wisata Alam (TWA) Linggarjati yang diusulkan menjadi Tahura, sehingga pengelolaannya nanti bisa dilakukan oleh pemda.

Selanjutnya, dalam winwin solution tersebut mengakomodir kepentingan masyarakat yang sudah menanam tanaman MPTS (Multy Purpose Tree Species) jauh sebelum adanya TNGC. Maka dari itu pansus merekomendasikan kepada BTNGC untuk menetapkan zona tradisional, sehingga nantinya akan memberikan akses kepada masyarakat untuk mengambil hasil hutan bukan kayu.

“Jadi, bukan untuk menebang kayu, tapi hasil hutan kayu dari tanaman MPTS yang sudah ada di sana. Seperti kopi, alpukat, dan buah-buahan lainnya yang exiting-nya sudah ada di sana. Sehingga masyarakat yang sudah menanam itu diberikan akses. Kalau sekarang karena di zonasi itu tidak ada zona tradisional, sehingga masyarakat tidak diberi akses,” sebut Desem.

“Ini sebagai bentuk komitmen dari dilaksanakannya Surat Dirjen S.56 tanggal 25 Januari 2005, bahwa dalam hal pengelolaan TN itu akan dilaksanakan secara kolaboratif berpedoman kepada ketentuan Permenhut P.19 tahun 2004. Jadi, sekarang kita tagih kembali kepada Kementerian, dan alhamdulillah merespons, sehingga memerintahkan kepada BTNGC untuk dilakukan penataan zonasi,” tambahnya.

Lalu, masih kata Desem, terhadap wilayah-wilayah Enclave, atau wilayah-wilayah yang ada dalam hamparan kawasan TN, didorong untuk dilakukan pengelolaan secara kolaboratif yang melibatkan masyarakat serta pemda. Sehingga jika saat ini di TN tersebut terdapat Forum Ciremai, tetapi tidak ada unsur dari desa dan pemda, maka nantinya desa dan pemda akan didorong untuk masuk dalam bentuk pengelolaan taman nasional kolaborasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: