5.016 Bayi dan Balita Stunting

5.016 Bayi dan Balita Stunting

KUNINGAN–Kasus stunting yang dialami bayi dan balita di Kabupaten Kuningan mencapai 7,37 persen. Data ini diperoleh dari sebanyak 68.033 bayi dan balita yang ditimbang pada September 2020, terdapat 5.016 bayi dan balita mengalami stunting atau sekitar 7,37 persen.

Atas kondisi ini, Pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan penanggulangan stunting melalui pertemuan diseminasi informasi Rencana Aksi Daerah (RAD). Sekda Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi berpendapat, jika persoalan stunting perlu penanganan serius bersama semua pihak.

“Kita selain fokus dalam penanganan Covid-19, soal stunting juga masih merupakan masalah nasional yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama (gizi kronis). Yakni mulai dari bayi dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia 2 tahun,” kata Sekda Dian, kemarin (12/2).

Dia memaparkan, berdasarkan data hasil bulan penimbangan bayi dan balita pada Agustus 2020, dari jumlah 68.033 bayi dan balita yang ditimbang ada sebanyak 5.016 atau 7,37 persen mengalami stunting (pendek dan sangat pendek). Sementara dari laporan data pemeriksaan ibu hamil sampai dengan September 2020, dari jumlah 7.466 ibu hamil yang diperiksa, terdapat 669 atau 8,9 persen ibu hamil mengalami kekurangan energy kronik (kek).

“Masalah stunting berdampak sangat serius. Di samping menyebabkan anak berbadan pendek, lemahnya kemampuan dalam berpikir, serta berisiko sering terkena penyakit akibat disebabkan oleh masalah yang multikompleks,” ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, maka dalam penanggulangan memerlukan penanganan yang serius. Tidak saja oleh jajaran kesehatan namun melibatkan semua sektor terkait, baik dalam penanganan faktor spesifik (langsung) maupun sensitif (tidak langsung).

“Jika melihat prevalensi stunting berdasarkan data riskesdas Kemenkes RI (3/1/2018), secara nasional sebesar 30,8 persen, Jawa Barat 31,1 persen dan Kabupaten Kuningan sebesar 28 persen. Pemerintah menargetkan angka stunting nasional sampai tahun 2024 bisa turun dibawah 20 persen,” ungkapnya.

Dia mengaku, jika di TA 2020 dengan dasar data pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) pada Desember 2019, Kabupaten Kuningan telah mengintervesi stunting di 14 kecamatan dan 24 desa/kelurahan lokus. Hal itu sesuai dengan keputusan Bupati Kuningan nomor 440/kpts.377-bapeda/2020 tentang penetapan wilayah kecamatan dan desa/kelurahan lokus penanggulangan stunting TA 2020.

“Masalah stunting ini disebabkan tiga faktor yaitu penyebab mendasar seperti pendidikan, kemiskinan dan sosial budaya. Adapula penyebab tidak langsung yakni ketahanan pangan keluarga, pola asuh, pola makan, kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan. Terakhir penyebab langsung karena kurang asupan gizi dan penyakit,” sebutnya.

Menurutnya, jika penanggulangan stunting ini betul-betul harus melibatkan berbagai sektor baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan.

“Secara umum, intervensi penanggulangan stunting terdiri dari intervensi spesifik atau langsung dan intervensi sensitif atau tidak langsung. Intervensi langsung umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, sedangkan intervensi tidak langsung dilakukan oleh berbagai sektor di luar kesehatan,” jelasnya.

Dia menyebut, jika intervensi spesifik memberikan kontribusi 20 persen. Sedangkan intervensi sensitif bisa memberikan kontribusi sampai 80 persen dalam penanggulangan stunting

“Untuk mendukung adanya integrasi lintas program dan lintas sektor dalam penanggulangan stunting, maka telah disusun dokumen RAD. Dokumen ini  dapat dijadikan sebagai acuan  operasional oleh dinas instansi atau OPD terkait, yang menyatukan perencanaan pembangunan dalam penanggulangan stunting dan gizi buruk dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas di Kabupaten Kuningan,” imbuhnya.

Sekda berharap, adanya dokumen RAD maka penanggulangan stunting di Kuningan dapat berjalan efektif, serta memberikan kontribusi untuk mempercepat penurunan stunting di Kabupaten Kuningan.(ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: