Ponpes Al-Jailani, Konsep Tradisional Tak Berbayar
KUNINGAN - Dengan membangun konsep tradisional, sederhana dan tanpa berbayar, kini telah hadir lembaga pendidikan Islam di Kuningan, yakni Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Jailani.
Lembaga pendidikan ini merupakan salah satu tipe pondok pesantren tradisional di Indonesia. Pondok pesantren yang digagas Dr Jumhari ST MT dan dr Rudiana MMRS, di bawah naungan Yayasan JR Peduli yang diketuai Ustadz Hasanudin SPdI ini, berada di Jalan Terusan Sampora Silebu Desa Silebu Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan.
Ponpes ini telah resmi berdiri dengan Nomor Statistik Pesantren (NSP) 510032080120 yang dikeluarkan Kementerian Agama Republik Indonesia, serta Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 887 Tahun 2021 tertanggal 10 Mei 2021.
Salah satu penggagas Ponpes ini, Dr Jumhari ST MT, menjelaskan, berbekal keyakinan bahwa Allah SWT akan menolong, maka Pondok Pesantren Al-Jailani dibentuk sebagai sebuah pondok pesantren tradisional yang menganut sistem pendidikan kuno, yakni sistem wetonan, bandongan dan sorogan.
“Di Pondok Pesantren Al-Jailani ini masih diberlakukan sistem pengajian sorogan, dan wetonan, bandongan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) santri. Kami memperkenalkan materi pelajaran tetap berfokus pada kitab-kitab kuning alias kitab klasik,” jelas Jumhari, kepada Radar Kuningan, Kamis (5/8).
Dikatakan, hubungan emosional Kiai-Santri di pesantren Al-Jailani ini jauh lebih dekat dibanding pesantren modern. Hal ini karena Kiai menjadi figur sentral, yakni sebagai edukator karakter, pembimbing rohani dan pengajar ilmu agama.
Menurut Dr Jumhari, di Ponpes Al-Jailani seutuhnya murni tidak memiliki lembaga pendidikan formal. Pesantren ini juga dipimpin oleh Kiai yang ditokohkan secara kultural.
Selain itu, lanjut Dr Jumhari, dalam penerimaan santri di Pesantrennya itu tidak ada sistem daftar ulang, dan juga tidak ada sistem seleksi.
“Semua santri yang ingin masuk ke pesantren Al-Jailani langsung diterima,” ungkapnya.
Metode lainnya yang akan diterapkan di Pesantren Al-Jailani, masih kata Jumhari, yakni dengan menekankan pada perilaku yang sopan dan santun bagi para santri, terutama dalam berinteraksi dengan guru, orang tua dan masyarakat, serta antara sesama santri.
Kemudian, di lembaga pendidikan (Pesantren Al-Jailani) tersebut memiliki karakteristik atau ciri khas yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya. Kiai yang mendidik dan mengajar, santri yang belajar dan Masjid, kobong dan prasarana lainnya diterapkan secara tradisional.
“Santri mukim, yaitu santri yang menetap, tinggal bersama Kiai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang Kiai. Mereka dapat juga sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain,” terangnya.
Dr Jumhari memastikan seluruh pembiayaan di Pesantren Al-Jailani gratis alias tidak berbayar. Penyetaraan kemampuan santri dirancang melalui inkubator santri.
“Dengan model Pondok Pesantren Al-Jailani, diharapkan menjadi solusi mencerdaskan kehidupan bangsa ke depan dalam menuntut ilmu agama Islam. Santri yang dihasilkan juga diharapkan berakhlakul karimah, kuat secara agama, kemampuannya dapat menyetarakan dengan kebutuhan kemampuan diluar kepesantrenan,” harap Dr Jumhari. (muh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: