Derita Berantai Korban Gunung Merapi 1961, Tewas 5 Orang, di Tanah Sebarang, 29 Meninggal Akibat Malaria
Derita korban letusan Gunung Merapi tahun 1961 yang harus pindah ke tanah transmigrasi. Foto hanya ilustrasi. -BPPTKG-radarkuningan.com
RADARKUNINGAN.COM - Penderitaan berantai dialami para korban letusan Gunung Merapi 1961. Ketika erupsi, meninggal 5 orang. Ditransmigrasikan ke Sumatera, justru 29 orang kehilangan nyawa akibat malaria.
Derita para transmigran korban erupsi Gunung Merapi pun terus bertambah. Tanah yang ditinggal dan harus dikosongkan itu, tidak ganti rugi. Tanah yang subur itu justru diserobot oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ada yang menjadi lahan perkebunan sayur mayur dan salak. Ada pula yang dijadikan galian C. Setiap hari, ratusan truk mengangkut harta karun dari desa-desa yang telah kosong itu, berupa tanah, pasir dan batu.
Belajar dari erupsi 1961, wajar jika sebagian warga lereng Gunung Merapi selalu menolak jika ingin direlokasi. Apalagi ditransmigrasikan ke luar pulau.
BACA JUGA:Ketahui 7 Tanda Tanda Kucing Sekarat Berikut! Apakah Ada Tanda Anabul Kamu Ingin Mati?
Mereka lebih memilih bertahan di kampung halamannya. Apapun resiko yang harus mereka terima.
Misalnya Dukuh Gimbal di Desa Kaliurang, Kecamatan Salam. Juga 4 desa lainnya di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Meliputi Desa Brubuhan, Ngori, Kali Gesik, dan Ngimbal.
Akibat erupsi Merapi 1961, desa-desa itu harus dikosongkan. Tak boleh lagi ditempati karena paling rawan terkena ancaman lahar Gunung Merapi.
Sebanyak 228 warga Desa Kaliurang ditransmigrasikan ke Way Jepara Lampung Timur. Sementara 4 desa lainnya ada yang dipindah ke Margodadi Tanjung Bintang Lampung Selatan. Juga ke Desa Peraduan Waras Bumi Agung Lampung Utara.
BACA JUGA:Berikut 7 Tips Merawat Janda Bolong di Rumah, Bisa Tumbuh Kurang dari 6 Bulan
Akibat erupsi 1961, bagi warga Desa Kaliurang ada 5 orang yang meninggal. Di tanah seberang ternyata tidak lebih baik. Justru 29 orang harus kehilangan nyawa akibat serangan nyamuk malaria.
Antropolog dari Universitas Gajah Mada Jogjakarta, Masri Singarimbun, menggambarkan potret suram para transmigran asal lereng Gunung Merapi tersebut. Terutama yang tinggal di tanah seberang; Sumatera.
Dalam artikelnya yang ditulis tahun 1980, diberi judul “Tanah Seberang Tak Menarik: Studi Kasus Daerah Krasak”. Tulisan itu dimuat di majalah Prima.
Secara detail dia menyebutkan, jika dalam 3 Minggu tinggal di Way Jepara, ketika itu masih masuk Lampung Tengah, ada 29 orang meninggal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: