Desa di Kuningan Selatan Ini Diridikan oleh Wanita Misterius, Warganya Tinggal di Sela-sela Pohon Pinang

Sabtu 13-01-2024,04:58 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Ketika masa pemerintahan Belanda, dia juga berani mengambil resiko untuk tidak selalu menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan Kompeni Belanda. Saat itu Belanda sudah menguasai Cirebon dan Tatar Priangan.

Mata pencaharian rakyat pada waktu itu bercocok tanam atau bertani dengan tanaman yang diutamakan adalah padi. Meski demikian, beberapa di antaranya masih hidup nomaden dengan menanam padi huma dan umbi-umbian.

Di samping karena tanah yang kurang subur, alam yang masih liar turut membuat mereka hidup nomaden.

Bangunan-bangunan perumahan rakyat dan pemerintah pada waktu itu dibuat dari bahan kayu, bambu yang beratapkan alang-alang dan ijuk. Model bangunan sangat kasar sekali. Bahannya tebal tanpa ukiran. Potongan yang sederhana tapi cukup kuat dan tahan lama.

BACA JUGA:Segera Menjauh! 5 Pertanda Kucing Sedang Marah Pada Kita, Bisa Mencakar dan Menggigit

Pada masa itu, bangunan masyarakat memang masih sangat sederhana. Bahan bangunannya hanya diambil dari material alami yang ada di alam.

Untuk kepercayaan masyarakat, penduduk pada waktu itu sudah beragama Islam namun masih kehindu-hinduan. Sejumlah bidang seni pun sudah mulai muncul. Seperti adanya kesenian tradisional rakyat dog-dog untuk hiburan ngareog dan seni genjring.

Seperangkat alat musik goong pun sudah ada. Digunakan untuk seni tayuban yang setiap tahun dilaksanakan pada acara hajat desa dan disebut babaritan.

Desa itu berada di pegunungan sangat rawan dengan pergerakan tanah yang labil sehingga menimbulkan longsor. Selain itu pula banyaknya hewan buas yang sangat membahayakan keselamatan penduduk dan jmengganggu ladang pertanian masyarakat.

BACA JUGA:Bukan Tanpa Alasan, Inilah 6 Alasan Kenapa Kucing Sedih, Ternyata Bikin Terharu

Pada akhirnya penduduk Cidadap melakukan pergeseran pemukiman ke arah selatan dan lebih mendekati Sungai Cijolang. Di area itu banyak tumbuh pohan pinang, yang dalam Bahasa Sunda adalah tangkal jambe. 

Kata “jambe” itu kemudian diadopsi oleh masyarakat sebagai nama tempat mereka tinggal. Karena mereka tinggal di antara banyaknya pepohonan pinang atau jambe, maka daerah tersebut dikenal sebagai Selajambe.

Selain berasal dari isitlah untuk menyebut pemukiman di antara pohon-pohon pinang, ada pula yang menyatakan bahwa kata Selajambe berasal dari adanya pohon jambe. Pohon itu terdapat di antara dua buah batu di kolam keramat desa. 

Konon, tidak seorangpun yang berani mengganggu kolam itu. Hal itu yang menjadi inspirasi bagi tetua desa untuk menamai tempat mereka tinggal dengan nama Selajambe.

BACA JUGA:Waspadai! Inilah 5 Penyakit Kucing Berbahaya Yang Bisa Menular Kepada Manusia Lho, Apa saja?

Seiring berkembangnya zaman, Selajambe yang semula berupa pedukuhan kecil berkembang menjadi sebuah desa yang dihuni banyak penduduk. Di masa kolonial, desa ini menginduk ke desa besar yang ada di dekatnya. 

Kategori :