RADARKUNINGAN.COM - Klaim Kuningan sebagai Kabupaten Angklung tidak berlebihan. Apalagi kalau mengulas sejarah dari alat musik tradisional yang berkaitan erat dengan Kelurahan Citangtu.
Angklung merupakan alat musik tradisional khas masyarakat Sunda yang terbuat dari bambu dan mengeluarkan suara dari rongga tabung.
Dr Groneman menyatakan bahwa angklung sudah ditemukan di Nusantara sebelum Zaman Hindu. Artinya alat musik ini, sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Bahkan diduga, angklung pernah menjadi alat musik tradisional di Kerajaan Sunda di Abad XII yang digunakan untuk hiburan maupun ritual.
Namun di Kabupaten Kuningan terjadilah peristiwa bersejarah yakni perubahan angklung dari alat musim pentatonis ke diatonis.
Perubahan tersebut tidak lepas dari sosok Daeng Soetigna dan tokoh dari Kelurahan Citangtu (dulu desa).
Tokoh tersebut adalah Muhammad Satari yang pada masa penjajahan Belanda punya bengkel pembuatan angklung di rumahnya. Inilah yang melandasi penyebutan Kuningan sebagai Kabupaten Angklung.
Muhammad Satari dikenal sebagai Kucit atau Kuwu Citangtu. Baru-baru ini, radarkuningan.com menemui putri angkatnya yakni Yeni.
“Dulu Kucit, almarhum ayah angkat saya, Kuwu Satari pernah ditunjuk masyarakat zaman sebelum Indonesia merdeka. Beliau diminta menjadi kuwu di Citangtu. Makanya orang itu menyebutnya Kucit,” kata Yeni.
Waktu itu, Muhammad Satari memiliki seorang istri yakni Neri. Namun dari pernikahan itu, tidak memiliki keturunan.
Yeni dan kelima kakaknya lantas dijadikan anak angkat oeh Kucit dan saat ini merawat rumah peninggalan tersebut.
"Beliau itu bapak angkat. Ibu (Neri) meninggal tahun 1984, Pak Kucit meninggal tahun 1988," kata Yeni.