Pengamat Sebut Open Bidding Bukan Bobodoran
KUNINGAN-Agenda mutasi, rotasi dan promosi pejabat di lingkup Pemkab Kuningan belum seluruhnya usai. Sekarang masih menyisakan posisi jabatan kosong dengan pengisian melalui proses open bidding (lelang jabatan) di tingkat eselon 2. Pengamat politik Kuningan Boy Sandi Kartanegara mengkhawatirkan proses open bidding di dalamnya ada pihak yang bermain. Sehingga lelang jabatan eselon 2 untuk menempati jabatan-jabatan strategis sebagai kepala SKPD akan dilakukan tidak objektif dan profesional. “Saya berpendapat, open bidding untuk menjaring calon pejabat eselon 2 nanti harus dilakukan secara objektif dan profesional, agar hasil seleksi nanti betul-betul orang yang siap kerja mengawal visi misi daerah sesuai dengan yang ditargetkan,” harapnya. Boy mengaku dirinya sempat mendengar pada posisi jabatan kosong tersebut sudah dikapling-kapling, sehingga hal ini sangat kurang bagus. Sebab jika hal itu benar terjadi, maka dikhawatirkan pula tidak ada orang yang mau mendaftar ikut seleksi karena “jagoan-jagoannya” sudah ditetapkan. “Proses seleksi ini memerlukan biaya dan waktu yang cukup lama. Harusnya biarlah biaya dan waktu itu tertebus dengan hasil seleksi yang paripurna. Kalau open bidding hanya untuk bobodoran (bercanda, red) buat apa? Lebih baik bikin stand up comedy saja yang biayanya tak terlalu mahal kalau hanya ingin tertawa-tawa saja mah,” sindir Boy. Untuk itu, ia berharap Sekda Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi selaku produk profesional seleksi jabatan, bisa membuat sistem perekrutan pejabat yang profesional untuk pejabat yang akan menjadi stafnya. “Tak perlu menunggu tua untuk menjadi pejabat yang siap melayani masyarakat. Ketika pemerintah pusat menerapkan sistem open bidding untuk menjaring pejabat struktural, itu merupakan sebuah ikhtiar agar orang-orang yang duduk di suatu jabatan, merupakan orang-orang qualified yang siap secara akademis maupun teknis melayani publik,” harapnya. Selain itu, lanjut Boy, harus ditujukan pula untuk menghindari hal-hal negatif, seperti upaya jual beli jabatan atau bagi-bagi kue jabatan paska pilkada. Sayangnya banyak daerah yang masih belum siap dengan metode penjaringan calon pejabat seperti ini,” ujarnya. Bagi publik, kata Boy, merupakan sebuah kerugian ketika ada potensi pejabat pelayan masyarakat yang hanya punya integritas dan moral tapi tak punya modal dan tak bisa menjilat. “Sekali lagi saya berharap open bidding ini dilakukan dengan cara profesional, kalau perlu melibatkan para ahli di bidang tersebut agar kerjanya betul-betul maksimal,” harapnya lagi. Hal serupa disampaikan pengamat politik lainnya, Mang Ewo. Ia bahkan menyebut saat ini telah mencuat isu adanya “putra mahkota” yang akan ditempatkan pada posisi tertentu (pimpinan SKPD, red), yang saat ini dijabat Plt. Hal itu dikhawatirkan akan menyurutkan birokrat untuk mengikuti open bidding, yang akan segera digelar Pemkab Kuningan. “Mereka tentu akan merasa percuma mengikuti lelang jabatan, ketika posisi yang akan dilelang sudah diplot untuk orang-orang tertentu,” ujar Mang Ewo. Jika jumlah pendaftar peserta lelang jabatan untuk satu posisi kurang dari 4 orang, kata Mang Ewo, tentunya proses lelang jabatan tidak dapat dilanjutkan karena pendaftar tidak memenuhi syarat minimal jumlah pendaftar. “Yang dikhawatirkan, ketika jumlah pendaftar tidak memenuhi kuota hingga waktu perpanjangan pendaftaran terakhir, akan memberikan keleluasaan kepada pemangku kebijakan (bupati, red) untuk menunjuk langsung (juksung) figur yang dianggap manut dan taat,” tuturnya. Masih kata Mang Ewo, yang juga patut menjadi pertimbangan bupati sebagai pengguna dari hasil lelang jabatan nanti, hendaknya tidak membatasi hak setiap birokrat dengan munculnya upaya pencegahan terhadap birokrat yang usianya dianggap relatif muda, walau hasil lelang jabatannya mengungguli mereka yang usianya lebih senior. “Kecerdasan berpikir dan kematangan dalam mengambil kebijakan seorang birokrat tidak mutlak ditentukan oleh faktor usia. Artinya jika ada seorang sekmat atau kabid yang berusia relatif muda tapi hasil seleksinya lolos, jangan haramkan birokrat tersebut untuk menduduki posisi eselon 2 b,” pungkasnya. (muh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: