Nuzul: Jangan Menggeneralisir Lembaga
KUNINGAN – Isu dugaan kasus pokir (pokok-pokok pikiran) anggota DPRD bermasalah, masih terus bergulir. Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy SE, akhirnya menjelaskan terkait program Pokir DPRD tersebut.
Nuzul didampingi Ketua Komisi 2 DPRD Rany Febriani SS MHum, secara khusus mengundang belasan wartawan baik media cetak maupun online untuk memberikan penjelasan dalam konferensi pers di RM Cibentang, Jalan Raya Cilowa-Kramatmulya, Kamis (16/9). Menurut Nuzul, jika memang ada dugaan yang saat ini tertuju kepada anggota dewan terkait bantuan sapi dari APBD 2020 lalu, pihaknya meminta agar penegak hukum dapat melakukan tracking secara tepat dan cermat.
“Kami ingin kejadian ini, atau kalaupun ada dugaan kasus ini, tidak menggeneralisir lembaga (DPRD),” pinta Nuzul.
Pengalokasian pokir ini, lanjut Nuzul, bukan hanya satu atau dua orang (anggota dewan) saja. Ia memastikan tidak semua anggota dewan melakukan kesalahan, sehingga sudah seharusnya dilakukan tracking yang tepat dan cermat oleh penegak hukum, siapa yang melakukan dugaan tersebut.
“Ini harus dilakukan tracking yang benar, sehingga orang yang betul-betul mengalokasikan kepada kelompok yang benar dengan prosedur yang benar, itu sekarang di pemberitaan media ini kan seperti yang benar (penyelewengan) adanya,” harapnya lagi, seraya mengakui dirinya juga mengalokasikan Pokir Sapi di program tahun 2020, namun berjalan sesuai prosedur.
Menurut Zul -sapaan akrabnya-, satu kelompok sebagaimana keterangan dari Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskanan) Kuningan, itu bervariasi. Aada yang Rp50 juta per kelompok, Rp100 juta, dan Rp200 juta, tergantung kebutuhan yang mengajukan.
Politisi senior PDIP Kuningan ini menjelaskan sekaligus mengklarifikasi terkait dengan pokir. Menurutnya, pokir merupakan salah satu kewajiban setiap anggota DPRD sesuai dengan yang diatur di Permendagri Nomor 86, bahwa DPRD berkewajiban menyampaikan saran dan pendapat berupa pokir yang nantinya dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
“Pokir ini diserap oleh anggota dewan dari kegiatan reses. Reses DPRD dilakukan setahun 3 kali. Dalam reses inilah anggota dewan menerima aspirasi dari masyarakat. Aspirasinya bermacam-macam tergantung dari kepentingan masyarakat,” jelas Zul.
Dikatakan, DPRD juga terikat oleh sumpah dan janji jabatan. Bahwa dalam sumpah dan janji jabatan DPRD tersebut akan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakili.
“Nah, pokir inilah yang merupakan satu bentuk pengejawantahan dari sebuah komitmen anggota dewan. Jadi, kita memang terikat oleh sumpah dan janji jabatan sebagai anggota DPRD,” kata Zul.
Kembali ke persoalan dugaan penyalahgunaan pengadaan Pokir Sapi, Zul secara pribadi mengaku belum banyak mengetahuinya, karena belum mendapatkan laporan apa-apa dari siapa pun. Hanya saja, supaya tidak terjadi bola liar, kata dia, bahwa pokir khususnya sapi ini bagian dari aspirasi yang dilakukan anggota dewan dalam rangka memberdayakan masyarakat, dalam hal ini meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Jadi, di samping pembangunan infrastruktur di desa, kita juga anggota dewan berkewajiban untuk ikut meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sebagian anggota dewan ada yang mengalokasikan pokirnya melalui kelompok,” terang Zul.
“Nah, berkaitan dengan kelompok ini, anggota dewan sesuai dengan tupoksinya hanya berkewajiban menentukan CPCL (Calon Penerima Calon Lokasi) atau lokusnya, dalam hal ini kelompoknya. Selebihnya tentang pengadaan barang jasa sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan, itu adalah domainnya eksekutif. Menentukan rekanan segala macam itu domainnya eksekutif,” imbuhnya.
Jika dilihat dari SOP, lanjut Zul, semuanya sudah dilakukan secara benar dari mulai kontrak, persyaratan CPCL dan sebagainya. Persoalan ada dugaan penyalahgunaan, itu bukan kewenangannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: