APBD Kuningan 2024, Pengamat: Kegiatan di SKPD dan Pokir Wajib Dipangkas untuk Cegah Terulangnya Tunda Bayar

APBD Kuningan 2024, Pengamat: Kegiatan di SKPD dan Pokir Wajib Dipangkas untuk Cegah Terulangnya Tunda Bayar

Pemerhati kebijakan dan hukum, Abdul Haris SH. (Agus Sugiharto)--

KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM- Untuk anggaran tahun 2024 mendatang, dipastikan Pemkab Kuningan harus kembali mengetatkan ikan pinggang.

Caranya, kegiatan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ditiadakan agar tidak terjadi lagi gagal bayar atau tunda bayar.

BACA JUGA:Side Land Desa Kaduela Pasawahan, Dulu Kampung Penjual Delan atau Terasi, Kini Terkenal Jadi Kampung Wisata

Namun pengetatan anggaran ini sebaiknya berlaku juga untuk anggaran pokok pikiran (Pokir) DPRD Kuningan. 

Saran ini diungkapkan pemerhati kebijakan dan hukum, Abdul Haris. Menurut Haris, rasionalisasi anggaran yang sudah dilakukan di tahun anggaran 2023 ini harus tetap dilanjutkan di tahun yang akan datang.
 
Ini jika memang ingin kondisi anggaran Pemkab Kuningan kembali normal pada tahun 2025. Namun kalau di tahun 2024 tidak ada pengetatan, maka peristiwa serupa akan terjadi di tahun selanjutnya 
 
"Rasionalisasi anggaran kan sudah dilakukan tahun ini di seluruh SKPD yang ada di Pemkab Kuningan. Tapi sayangnya tidak menyentuh anggaran pokir. Biar adil, pokir juga harus dirasionalisasi sesuai kemampuan pendapatan asli daerah (PAD). Masa hanya SKPD saja yang anggarannya dipotong sedangkan anggaran pokir dewan tak tersentuh," tegas Haris, Selasa 25 Juli 2023.
 
 
Haris berpendapat, alokasi anggaran pokir seharusnya mengacu kepada peraturan yang berlaku. Dimana anggaran pokir dialokasikan dari berapa persen PAD yang diperoleh Pemkab Kuningan. 
 
"Jika menang besaran anggaran pokir acuannya dari PAD, ya harus dipatuhi. Apakah 20, 30 atau 40 persen dari PAD.  Ini agar para pegawai negeri juga menikmati TPP nya tanpa keterlambatan hingga berbulan-bulan. Kan TPP pegawai juga sumber anggarannya dari PAD,," cetus Haris.
 
Kemuduan Haris menerangkan, gagal bayar atau tunda bayar yang terjadi pada tahun anggaran 2022 disebabkan lemahnya dalam perencanaan anggaran.
 
Misalnya, kemampuan anggaran belanja daerah 100 miliar, namun pada kenyataanya, anggaran belanja melonjak hingga 130 miliar. 
 
 
 
"Selisih 30 miliar inilah yang menjadi biang keroknya karena mau tidak mau harus ditutup. Pemaksaan kenaikan anggaran belanja tentu akan berimbas kepada masyarakat terutama dari pajak daerah. Pajak Bumi dan Bangunan yang naik, harus dirasakan masyarakat. Belum lagi pajak daerah lainnya," terang Haris.
 
Dia juga mengungkapkan, ketika anggaran belanja naik dan tidak sesuai dengan anggaran belanja yang sudah ditetapkan, maka pemerintah daerah ujung-ujungnya menaikkan target PAD yang tidak masuk akal alias di luar nalar.
 
Ini dilakukan pemerintah daerah untuk menyeimbangkan neraca anggarannya agar tidak defisit.
 
 
Haris mengambil contoh PAD dari tambang dan mineral. Dari target yang sudah ditetapkan sebesar 2 miliar, kemudian melonjak drastis menjadi 12 miliar.
 
Padahal pemerintah daerah dan dewan juga tahu jika kemampuan PAD dari sektor tersebut hanya 2 miliar atau paling banter 4 miliar.
 
"Lalu selisih 8 atau 10 miliarnya nyari kemana? Tidak mungkin dong target itu bisa tercapai kalau memang peluangnya relatif kecil. Ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah daerah dan wakil rakyat. Jangan sampai nanti malah semakin membebani rakyat," katanya.
 
 
Karena itu, lanjut Haris, langkah lain yang harus diambil oleh pemerintah daerah adalah mematangkan perencanaan anggaran, mengurangi anggaran kegiatan SKPD dan juga memangkas anggaran pokir dewan.
 
"Jangan lagi tiba-tiba menganggarkan belanja yang melebihi yang sudah ditetapkan. Kasihan masyarakat yang harus menanggung resikonya," sebut Haris. 
 
 
Sebenarnya, kata pria bertubuh kurus tersebut, ada solusi lain yang bisa membuat keuangan Pemkab Kuningan stabil di tahun 2024.
 
Yakni dengan melakukan lobi ke pemerintah pusat agar dana alokasi umum (DAU) untuk Kuningan yang dikurangi saat pandemi Covid 19 hingga tahun ini, dikembalikan ke semula seperti sebelum Covid. (Agus)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: